Label Cloud

Friday, February 16, 2007

Penangkapan Ala Kompeni

Selasa, 16 Januari 2007 02:50:05


--------------------------------------------------------------------------------

SRI Bintang Pamungkas, benar-benar sedang menjadi bintang. Paling tidak, penangkapan dirinya oleh polisi justru menaikkan suhu politik, menjelang berlangsungnya demo besar yang digalang tokoh Malari, Hariman Siregar cs, kemarin.

Beruntung hanya semalam menginap di kantor polisi. Tetapi, baru saja dilepas, Sri Bintang rupanya tidak kapok juga. Pendiri Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) ini pun menyatakan bakal memasang kembali 3 baliho ‘Cabut Mandat’ yang sempat disita polisi.

"Baliho yang sekarang ada di Balaikota DKI Jakarta akan saya ambil besok. Tanggal 17 akan saya pasang lagi," kata Sri Bintang, enteng. Ia mengaku akan mengirimkan faksimili permintaan izin pada pihak yang berkompeten untuk pemasangan baliho tersebut.

"Kenapa musti takut, saya baru tahu alasannya itu melangggar Perda, harus ada izin. Tetapi Perda itu bertentangan dengan UU kebebasan berpendapat. Kan yang diwajibkan hanya pemberitahuan, bukan minta izin," ujarnya.

Bintang memang merasa apes. Pada 14 Januari, aktivis tersebut dibawa paksa polisi kala mengawasi pemasangan baliho tendensius bergambar Yudhoyono-Jusuf Kalla. Namun penangkapan itu tak membuatnya kecil nyali. Bahkan di kantor polisi, tokoh penggaung gerakan Golput (golongan putih) dalam pemilu 2004 itu, tetap menolak didata karena dianggap disamakan dengan tersangka kejahatan.

Baginya berurusan dengan aparat pun bukan kali ini terjadi. Saat rezim Orde Baru berjaya, ia pun sempat ditangkap bersama dua fungsional PUDI, Julius Usman dan Saleh Abdullah karena dianggap melakukan tindakan subversi--pasal yang begitu menakutkan kala itu.

"Saya nilai penangkapan itu tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya diatur dalam UU (KUHP). Bahkan, cara-cara yang digunakannya sangat mirip dengan cara-cara licik dan penuh tipu muslihat, model penjajah Belanda di zaman Kompeni, khususnya ketika mereka menangkap Pangeran Diponegoro," katanya, sebagaimana yang ia tuangkan dalam bukunya Menggugat Dakwaan Subversi.

Bintang pun merasakan kegirangannya ketika Soeharto lengser, meski saat itu masih di penjara. Ketika Soeharto benar-benar menyatakan berhenti, maka semua orang dalam sel Bintang bersorak bersama, hampir tak percaya akan apa yang mereka dengar.

"Ruang kecil 6 X 4 di penjara Cipinang itu bergemuruh terasa guncang oleh kaki-kaki yang menghentak lantai dan orang menari-nari menyatakan rasa sukanya," ungkapnya lagi. Kini orde telah berganti, tapi Bintang tetap berjuang.dtc/pwk


--------------------------------------------------------------------------------

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Penangkapan Ala Kompeni

Selasa, 16 Januari 2007 02:50:05


--------------------------------------------------------------------------------


SRI Bintang Pamungkas, benar-benar sedang menjadi bintang. Paling tidak, penangkapan dirinya oleh polisi justru menaikkan suhu politik, menjelang berlangsungnya demo besar yang digalang tokoh Malari, Hariman Siregar cs, kemarin.

Beruntung hanya semalam menginap di kantor polisi. Tetapi, baru saja dilepas, Sri Bintang rupanya tidak kapok juga. Pendiri Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) ini pun menyatakan bakal memasang kembali 3 baliho ‘Cabut Mandat’ yang sempat disita polisi.

"Baliho yang sekarang ada di Balaikota DKI Jakarta akan saya ambil besok. Tanggal 17 akan saya pasang lagi," kata Sri Bintang, enteng. Ia mengaku akan mengirimkan faksimili permintaan izin pada pihak yang berkompeten untuk pemasangan baliho tersebut.

"Kenapa musti takut, saya baru tahu alasannya itu melangggar Perda, harus ada izin. Tetapi Perda itu bertentangan dengan UU kebebasan berpendapat. Kan yang diwajibkan hanya pemberitahuan, bukan minta izin," ujarnya.

Bintang memang merasa apes. Pada 14 Januari, aktivis tersebut dibawa paksa polisi kala mengawasi pemasangan baliho tendensius bergambar Yudhoyono-Jusuf Kalla. Namun penangkapan itu tak membuatnya kecil nyali. Bahkan di kantor polisi, tokoh penggaung gerakan Golput (golongan putih) dalam pemilu 2004 itu, tetap menolak didata karena dianggap disamakan dengan tersangka kejahatan.

Baginya berurusan dengan aparat pun bukan kali ini terjadi. Saat rezim Orde Baru berjaya, ia pun sempat ditangkap bersama dua fungsional PUDI, Julius Usman dan Saleh Abdullah karena dianggap melakukan tindakan subversi--pasal yang begitu menakutkan kala itu.

"Saya nilai penangkapan itu tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya diatur dalam UU (KUHP). Bahkan, cara-cara yang digunakannya sangat mirip dengan cara-cara licik dan penuh tipu muslihat, model penjajah Belanda di zaman Kompeni, khususnya ketika mereka menangkap Pangeran Diponegoro," katanya, sebagaimana yang ia tuangkan dalam bukunya Menggugat Dakwaan Subversi.

Bintang pun merasakan kegirangannya ketika Soeharto lengser, meski saat itu masih di penjara. Ketika Soeharto benar-benar menyatakan berhenti, maka semua orang dalam sel Bintang bersorak bersama, hampir tak percaya akan apa yang mereka dengar.

"Ruang kecil 6 X 4 di penjara Cipinang itu bergemuruh terasa guncang oleh kaki-kaki yang menghentak lantai dan orang menari-nari menyatakan rasa sukanya," ungkapnya lagi. Kini orde telah berganti, tapi Bintang tetap berjuang.dtc/pwk


--------------------------------------------------------------------------------

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

"Muak, Pemerintah Tak Peduli Rakyat"

Selasa, 16 Januari 2007 02:49:48


--------------------------------------------------------------------------------

Yudhoyono tuding aksi inkonstitusional
Jakarta, BPost
Gertakan sejumlah aktivis yang dikomandoi Hariman Siregar untuk mengerahkan massa menjadi kenyataan. Aksi ‘Pawai Rakyat Cabut Mandat Yudhoyono-Jusuf Kalla’ di Istana Merdeka, Senin (15/1) diikuti sekitar 3.000 orang.

Selain berorasi, aksi ini diwarnai dengan berbagai atraksi, termasuk barongsai dan mengusung keranda mayat. Demo yang dijaga ketat aparat tersebut berlangsung sejak pukul 12.00-12.30 WIB. Tampil memberikan orasi antara lain, aktivis Malari Hariman Siregar, Egy Sudjana, Dita Indah Sari, dan WS Rendra.

Dalam orasinya, Hariman mengatakan, rakyat punya hak untuk memilih Yudhoyono-Kalla. Dan saat ini pun rakyat punya hak mencabut suaranya jika dwi tunggal itu dianggap tidak mampu memimpin bangsa.

Hariman juga menyinggung penjualan saham-saham BUMN kepada pihak asing. Dia meminta pemerintah tidak lagi menggadaikan negeri dengan menjual aset bangsa ke tangan asing.

Lontaran-lontaran pernyataan para tokoh itu ditingkahi yel-yel "Cabut mandat SBY-JK" berulang-ulang dari ribuan peserta demo. Jumlah pendemo semakin siang makin banyak, sehingga membuat macet Jalan Medan Merdeka Utara dan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Polisi pun bersiaga penuh dengan menyiapkan 2 unit mobil water cannon, dan barikade kawat berduri. Setelah setengah jam berlalu, para pendemo yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat itu bergerak kembali menuju Bundaran Hotel Indonesia. Yel-yel cabut mandat terus dikumandangkan.

Aktivis Sri Bintang Pamungkas yang sehari sebelumnya ditangkap polisi juga tampil di hadapan massa. Ia mengecam pemerintahan Yudhoyono-Kalla karena dinilainya gagal mensejahterakan rakyat. "Mereka sudah gagal," katanya.

Aksi ini, katanya, direncanakan akan kembali di gelar bila tidak mendapatkan tanggapan dari pemerintah. "Ini baru awalnya saja, aksi selanjutnya akan dilakukan dalam waktu dekat," tegasnya.

Tak ketinggalan, sastrawan dan tokoh budaya nasional WS Rendra pun turun ke jalan ikut long march.

"Pemerintah tidak lagi mau mendengarkan suara rakyat, dan tidak lagi mau mengerti rakyat. Dan Saya sebagai rakyat merasa muak, bosan melihat tampang kekuasaan yang pongah. Dan saya merasa muak, muak," teriak Rendra.

Menanggapi aksi tersebut, Presiden Yudhoyono, melalui juru bicaranya Andi Mallarangeng menyatakan, bahwa demo itu inkonstitusional. "Bukan hanya berlebihan, akan tetapi juga melanggar UUD 1945 atau inskontitusional.

Karena, Presiden Yudhoyono kan terplih sebagai Presiden berdasarkan hasil pilihan rakyat, yang mandatnya untuk lima tahun. Presiden selama ini sudah menjalankan mandatnya dengan melakukan banyak hal bagi rakyat," ujar Andi, menjawab pers, Senin (15/1), di Bandar Udara Djalaludin, Gorontalo.

Andi juga menegaskan, Presiden tidak terlalu mengurusinya. "Presiden tetap bekerja seperti biasa. Sehari-hari Presiden menghadapi aksi demo seperti itu," tegasnya.

Tokoh yang dikenal juga dekat dengan Yudhoyono, Mayjen (Purn) Kivlan Zein menilai bahwa demo cabut mandat itu hanyalah unjuk gigi Hariman Siregar untuk menunjukkan jati dirinya.

Kivlan mengatakan, aksi besar-besaran tidak akan menggulingkan pemerintahan Yudhoyono karena kondisi Indonesia saat ini tidak ‘hamil tua’.

"Kalau tahun 1995 dan 1998, Indonesia seperti ibu hamil tua yang siap melahirkan. Waktu itu, gerakan demo didukung oleh ABRI, kalau sekarang, demo ini tidak akan mengubah apa-apa, kecuali chaos," ujarnya.JBP/dtc


--------------------------------------------------------------------------------

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Banjarbaru Program Biodiesel

Kamis, 11 Januari 2007 01:22


--------------------------------------------------------------------------------

Banjarbaru - Pemerintah Kota Banjarbaru mulai merintis program biodiesel yang dicanangkan oleh pemerintah pusat dalam rangka mendapatkan alternatif bahan bakar non migas.

Mewujudkan keinginan itu Pemko merangsang minat petani untuk menanam pohon jarak, sebagai bahan baku bioedesel.

Plt Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Umar Gunawan, Rabu (10/1) mengatakan, pihaknya telah menyiapkan 45 ribu bibit jarak yang akan dibagikan kepada petani.

Diakuinya, bibit sebanyak 45 ribu yang akan dibagikan kepada petani ini merupakan dana bantuan Pemko sebesar Rp50 Juta yang dianggarkan untuk pengembangan jarak di Kota Banjarbaru.

"Untuk pengadaan bibit sebanyak 45 ribu tersebut dananya dibantu oleh Pemko sebesar Rp50 juta. Dana tersebut, memang dianggarkan untuk pengembangan jarak di Kota Banjarbaru," katanya.

Umar menegaskan, agar bibit jarak ini benar-benar ditanam oleh petani, mereka hanya menyerahkan kepada para petani yang memang berminat untuk menanam.

"Petani yang inginan mendapatkan bibit jarak ini harus membuat surat pernyataan kesediaan untuk menanamnya," katanya.

Menurutnya, sudah ada sekitar 15 ribu jarak yang dibagikan kepada petani.

Umar menjelaskan, tanaman jarak ini baru akan ekonomis menghasilkan biji jarak setelah umur 3 tahun ke atas. Semakin tua, biji jarak yang dihasilkan akan semakin banyak. mtb/wid


--------------------------------------------------------------------------------



Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Belajar Dari PP 37/2006

Kamis, 11 Januari 2007 01:01


--------------------------------------------------------------------------------

PEMERINTAH kita seperti tak habis-habisnya dirundung malang. Kritik terhadap kebijakan pemerintah tak pernah henti, sementara itu demo dari berbagai kalangan masyarakat juga terus silih berganti.

Terakhir adalah kritik tajam dari kalangan tokoh nasional berkaitan munculnya Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2006 yang mengatur alokasi dana tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional anggota DPRD, yang berujung pendapatan anggota DPRD membengkak tajam.

Protes disampaikan mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (Pur) Tyasno Sudarto di Jakarta. Ia minta PP itu dicabut, karena tunjangan itu menyakiti hati rakyat yang hidupnya masih sengsara.

Jenderal Tyasno Sudarto sebenarnya hanyalah salah satu dari sekian banyak orang yang keberatan terhadap diterbitkannya PP tersebut. Mereka umumnya menilai, dengan PP itu pendapatan anggota DPRD tidak proporsional lagi dibanding tugasnya.

Bayangkan, seorang Ketua DPRD provinsi, seperti dikutip Media Indonesia bisa menerima Rp36 juta lebih sebulan, lebih tinggi dari pendapatan Ketua Mahkamah Agung atau Ketua Badan Pemeriksa Keungan.

Sementara gaji gubernur hanya Rp8 juta, bupati Rp5 juta lebih. Lebih menyakitkan, PP itu berlaku surut satu tahun sebelumnya, sehingga anggota DPRD benar-benar panen sementara rakyatnya menderita.

Banyak macam keberatan yang disampaikan masyarakat. Dalam acara talk show di sebuah stasiun televisi swasta, penanya dari seberang melalui telepon umumnya meminta agar DPR/DPRD dibubarkan. Memang tidak mungkin, karena kehadiran DPR/DPRD adalah perintah konstitusi.

Kita berpendapat, berbagai nada miring terhadap wakil rakyat itu sesungguhnya hanyalah ungkapan kekecewaan terhadap keputusan pemerintah yang tidak menyelami kesulitan rakyatnya. Seperti bertambahnya jumlah penganggur, naiknya harga beras, terjadinya bencana alam, kasus lumpur Lapindo dll. Belum lagi kesedihan atas berbagai kecelakaan transportasi udara, laut maupun kereta api yang terus beruntun.

Bagi kita, penaikan pendapatan untuk wakil rakyat sebenarnya hal yang wajar saja sepanjang itu sesuai dengan kontribusi dan perjuangan anggota DPRD dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tidak memberatkan keuangan daerah. Bisa dibayangkan, betapa besar uang yang harus dikeluarkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten dan kota untuk menutup tambahan penghasilan itu.

Gubernur/bupati pastilah tidak akan berani mengingkari PP yang ditandatangani presiden, karena ancaman bisa muncul dari DPRD manakala hak anggotanya tidak dibayarkan. Upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah tidak akan bisa dirasakan rakyat, karena tersedot untuk penghasilan anggota dewan.

Kalau kita bicara soal kontribusi wakil rakyat kepada rakyat, kita kembalikan pertanyaan kepada wakil rakyat yang terhormat: layakkah dalam situasi seperti sekarang anggota DPRD mendapat pengasilan berlebih seperti yang tertuang dalam PP No 37/2006? Bukankah berbagai tunjangan yang diterima selama ini sudah lebih dari cukup? Jika hati nurani mereka menyatakan tidak layak, tentu tak akan mengambil uang itu seperti yang terjadi pada anggota DPRD Purbalingga (Jawa Tengah). Tetapi jika mereka menganggap layak, biarlah rakyat yang menilai.

Kita tidak serta merta menyalahkan DPRD yang menerima rezeki nomplok itu. Yang lebih kita sesali adalah kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan PP tersebut. Pemerintah ternyata tidak peka, tidak tanggap atau pemerintah tidak berani menghadapi tekanan.

Permintaan Presiden kepada Menteri Dalam Negeri agar meneliti kembali PP tersebut menunjukkan ketidaktegasan pemerintah, kalau tidak boleh dibilang lemah atau ragu-ragu. Jangan heran jika setiap menjelang pemilu orang berlomba membuat partai, karena dengan begitu bisa mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Tidak dijelaskan pun, orang tahu apa tujuan utamanya.

Kebijakan itu juga bisa berdampak psikologis yang kurang baik terhadap aparat pemerintah lain yang penghasilannya hanya pas-pasan, seperti pegawai negeri sipil (PNS), TNI, Polri dan perangkat lain. Kita berharap pemerintah semakin dewasa, bisa mengoreksi diri dan mendengarkan aspirasi dari bawah.

Masih ada yang lebih penting untuk segera ditangani. Antara lain mencukupi kebutuhan pangan, menangani korban bencana alam dan mendorong segera dituntaskannya ganti rugi atas tanah yang terendam lumpur Lapindo di Sidoarjo. PP 37/2006 hanyalah salah satu dari kebijakan yang mengecewakan rakyat. Pemerintah harus mau belajar dari pengalaman ini.


--------------------------------------------------------------------------------



Copyright © 2003 Banjarmasin Post

PT Krakatau Steel Pilih Kotabaru

Kamis, 11 Januari 2007 01:54:32


--------------------------------------------------------------------------------

Banjarmasin, BPost
Manajemen PT Krakatau Steel di Cilegon Jawa Barat akhirnya memutuskan mendirikan anak perusahaan di Kabupaten Kotabaru.

Gubernur Kalimantan Selatan Drs H Rudy Ariffin, Rabu mengungkapkan dipilihnya Kotabaru karena dinilai daerah yang paling ekonomis dan startegis dibanding kabupaten lainnya.

Selain itu, Kotabaru juga memiliki potensi lebih besar di bandingkan Kabupaten Tanah Laut maupun Batulicin yang sebelumnya juga menjadi daerah alternatif untuk dibangun perusahaan berskala international tersebut.

Dari hasil analisa dan investigasi pihak KS Cilegon, tambahnya, Kotabaru memiliki pelabuhan laut dengan kedalaman yang cukup baik, sehingga kapal berbadan besar bisa merapat, jadi bisa menghemat biaya transportasi.

Kotabaru juga memiliki potensi bijih besi cukup besar, sehingga banyak mengurangi resiko ketersediaan bahan baku bagi perusahaan.

Kepala Dinas Perdagangan Kalsel, Subardjo membenarkan dipilihnya Kotabaru sebagai tempat ekspansi KS Cilegon untuk wilayah Kalsel.

"Saya mendapat SMS dari pihak manajemet KS, hanya saja di mana daerahnya belum ada informasi lebih lanjut," tambahnya.

Menurutnya, mendukung rencana tersebut, saat ini Pemprov Kalsel telah menyediakan lahan seluas 30 hektar untuk pembangunan sarana dan prasarana perusahaan yang bakal menyedot ratusan tenaga kerja tersebut.

Diungkapkannya, sesuai dengan perjanjian, bila perusahaan baja yang kini sedang berkembang pesat tersebut jadi ekspansi ke Kalsel, maka lahan disediakan oleh pemerintah daerah.

Hanya saja belum diketahui secara pasti berapa luas lahan untuk pembangunan parusahaan tersebut.

Tentang perizinan, tambahnya, akan dimulai dari bawah atau pemerintah kota dan kabupaten yang ditempati, selanjutnya diproses di tingkat provinsi dan pusat. ant


--------------------------------------------------------------------------------



Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Jangan Terus Sakiti Alam

Senin, 08 Januari 2007 01:58:41


 

BERAGAM bencana yang menimpa Tanah Air menggugah nurani pencipta sekaligus penyanyi lagu-lagu balada, Franky Sahilatua. Awal Februari, laki-laki yang ahir di Surabaya 54 tahun lalu ini menggelar pentas seni bertajuk Jawa Batuk Darah Jawa Batuk Lumpur di Jakarta.

Franky mengaku prihatin atas kondisi bangsa yang sedang diluluhlantakkan oleh banyaknya musibah akibat murkanya alam. Alam terus saja disakiti, bahkan tragisnya, pemerintah tidak memiliki program dan kinerja yang kapabel guna mencegah terjadinya bencana alam. Selama ini masyarakat hanya disuguhi aksi-aksi pascabencana.

"Kita ingin sebelum terjadi korban. Selama ini kita selalu disuguhi respons kasus seperti hilangnya pesawat Adam Air, tenggelamnya kapal Senopati, lumpur Lapindo, dan asap. Nilai-nilai permasalahan justru dilupakan," kata pria yang memiliki nama asli Franklin Hubert Sahilatua ini.

Rencananya, pentas duka yang diisi dengan acara menyanyi, puisi, dan prosa itu digelar bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Ini bukan untuk kali pertama Franky kerja bareng Walhi. April lalu, ayah dua putra ini pernah menghibur warga yang mengungsi ke Pos Pengungsian Dompol, Klaten, akibat semburan wedhus gembel (awan panas) Gunung Merapi. JBP/tar/ahf


Copyright © 2003 Banjarmasin Post

NELAYAN KOTABARU TAK JAYA LAGI Kulkas Digadai, Anak Berhenti Sekolah

Kamis, 04 Januari 2007 01:11

ENJENG, nelayan warga Desa Hilir Muara, Pulau Laut Utara, Kotabaru berjemur di pinggir kapal miliknya. Ia sedang merenung sambil mengamati kapalnya yang mangkrak di tepian Sungai Belingkar.

Dia mengaku sedang berpikir keras agar bisa tetap memberdayakan kapalnya sebagai tumpuan utama mengais rezeki bagi keluarganya.

"Nasib nelayan Kotabaru saat ini sudah tidak susah lagi tapi sangat susah. Bukan hanya saya yang mengalami tapi semua nelayan. Kapal ini sudah lama tak melaut, banyak penyebabnya tidak hanya karena ombak besar tapi karena harga solar naik, sementara harga udang tetap," kata Enjeng sambil menyingkap daun nipah yang menutupi geladak kapalnya.

Kapal nelayan jenis penarik dengan panjang 12 meter dan lebar 3,5 meter merupakan harapan utama Enjeng menyambung hidup. Pasalnya, kapal sejenis yang pernah dimilikinya dulu sudah dijual untuk melunasi hutang.

Untuk memperbaiki kapal, lelaki paruh baya ini menggadaikan kulkas di rumahnya. Kemudian, anaknya yang duduk di kelas tiga SDN Junjung Buih mau disuruh berhenti sekolah.

"Darimana biayanya untuk sekolah, untuk makan sehari-hari kami sudah hutang sana-sini. Yang penting anak saya bisa membaca dan berhitung, setelah itu tidak perlu lagi sekolah karena tidak ada biaya untuk beli seragam, buku dan lainnya," keluh Ejeng.

Masa kejayaan nelayan Kotabaru tampaknya memang sudah memudar. Ejeng yang dulu memiliki dua kapal dengan mesin 33 PK dan menunaikan ibadah haji saat ini pekerekonomiannya terpuruk.

Ejeng, harus berpikir ekstra keras guna menghidupi keluarganya. Lelaki beranak lima ini, mengaku akan menjadikan kapal nelayannya menjadi kapal pengangkut batu.

Dia akan berlayar di sekitar Sampanahan guna mengambil upah mengangkut batu sungai. Setiap kubiknya ia mendapat upah Rp35.000 dan sekali muat mampu mengangkut 9-10 kubik dipotong ongkos solar dan lain- nya. dhonny harjo saputro

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Perekonomian Kalsel Melesat 2007

Rabu, 03 Januari 2007 01:40:09

 

Banjarmasin, BPost
Tingkat pertumbuhan perekonomian di wilayah Kalsel diprediksi melesat tahun 2007, kata Kepala Bank Indonesia (BI), Endoong Abdul Gani di Banjarmasin, Selasa (2/1).

Indikasi membaiknya perekonomian Kalsel ditandai dengan banyaknya investor yang bakal masuk ke Kalsel, terutama di bidang batubara dan perkebunan.

Apalagi geliat perekonomian tersebut didukung dengan tingkat suku bunga perbankkan yang relatif lebih rendah, sehingga kontribusi sektor konsumsi dan kegiatan invesatasi diperkirakan akan jauh lebih meningkat.

Demikian juga dengan kegiatan ekspor, diperkirakan juga masih akan meningkat tajam, terutama komoditi batubara seiring masih tingginya tingkat permintaan dunia.

Sampai Oktober 2006, ekspor Kalsel tumbuh 41,1 persen, pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan 2005 yang mencapai 28,7 persen, dan diprediksi pada 2007 akan jauh lebih meningkat.

Di sisi fiskal, tambahnya, pengeluaran pemerintah daerah diyakini juga akan memberikan kontribusi lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dengan realisasi yang sesuai jadwal, terutama untuk perbaikan dan pembangunan infrastruktur daerah.

"APBD Kalsel 2007 kini telah diketok, sehingga Januari kemungkinan pemerintah sudah bisa melaksanakan kegiatan proyek pembangunan, ini pengaruhnya luar biasa bagi perputaran ekonomi Kalsel," katanya.

Keyakinan yang sama juga disampaikan Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, menurutnya pada 2007 telah banyak investor yang ingin menanamkan modalnya di Kalsel.

Hal ini karena Kalsel terbukti sebagai daerah yang sejuk menciptakan iklim investasi diberbagai bidang, baik perkebunan pertambangan dan lainnya.

"Pabrik chilmild atau bubur kertas di Kotabaru, tahun 2007 ini akan beroperasi, bahan bakunya bekerjasama dengan pengelola hutan tanaman Industri (HTI) dan PT. Kiani di Kabupaten Pasir Kaltim," katanya.

Beroperasinya pabrik bubur kertas tersebut, tambahnya, akan banyak menyedot tenaga kerja Kalsel, yang hingga kini menjadi salah satu persoalan serius pasca ambruknya industri kayu.ant

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Sunday, February 04, 2007

9 Perusahaan Masuk Peringkat Hitam

Selasa, 30 Januari 2007 01:54
Banjarmasin, BPost
Dari sembilan perusahaan di Kalsel yang dinilai dalam program penilaian kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan (proper) tingkat provinsi, beberapa di antaranya terbukti sangat buruk mengelola dampak lingkungannya. Perusahan tersebut terancam mendapat predikat bendera hitam.

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedalda) Kalsel, Rachmadi Kurdi mengungkapkan, penilaian proper tingkat provinsi telah selesai dilaksanakan. Baik tim teknis maupun dewan pertimbangan telah terjun ke lapangan melakukan penilaian.

"Hasilnya cukup mengejutkan. Beberapa perusahaan di antaranya ternyata sangat tidak peduli atas dampak negatif dari beroperasinya perusahaan mereka terhadap lingkungan sekitar. Hal itu jelas buruk karena merusak lingkungan," ujarnya saat ditemui BPost di ruang kerjanya, Senin (29/1).

Menurut Rachmadi, hasil penilaian proper provinsi juga akan disampaikan ke pihak rekanaan seperti bank, pembeli dan lainnya. Menurutnya ini cukup efektif untuk membuat perusahaan-perusahaan lebih peduli terhadap lingkungan.

"Sebab perusahaan yang mendapat predikat hitam (sangat buruk) atau merah (buruk) pun akan dijauhi pihak bank ataupun pembeli," ujarnya.

Namun, Rachmadi enggan menyebutkan perusahaan yang dimaksud. Alasannya, hasil penilaian tersebut belum boleh diumumkan ke publik karena perlu diverifikasi kembali temuan-temuan tim teknis dan dewan pertimbangan ke proper pusat yang dilakukan Kementrian Lingkungan Hidup.

Setelah ada kecocokan lanjut pejabat Kabupaten Banjar yang diboyong Gubernur Rudy Ariffin tersebut, hasilnya akan diserahkan kepada gubernur. Kemudian gubernur akan memberikan pertimbangan sebelum diumumkan ke publik bertepatan pada hari lingkungan 5 Juni mendatang.

"Sekarang kita memang masih belum bicara peringkat. Yang jelas dari sembilan perusahaan itu ada yang mengarah ke hitam ada pula yang mengarah ke hijau," beber Rachmadi.

Sedikit gambaran, perusahaan yang merusak lingkungan sekitarnya itu justru berada tidak jauh dari Ibukota Provinsi Kalsel. Sebaliknya, yang jauh dari Kota Banjarmasin cukup peduli terhadap lingkungan.

Jika perusahaan yang bersangkutan masih membandel hingga mendapat predikat bendera hitam dua kali berturut-turut maka diambil tindakan tegas. Ditutup paksa atau diajukan ke pengadilan karena telah melakukan kejahatan lingkungan.

Sedangkan penilaian proper provinsi didasarkan pada beberapa penelitian. Yakni masalah pencemaran air, pencemaran udara, limbah B3, ketaatan amdal serta ukl/upl.ais

Copyright © 2003 Banjarmasin Post