Label Cloud

Monday, October 22, 2007

Eksploitasi Anggrek Hutan Kalimantan Oleh: HE Benyamine*

Jumat, 21 September 2007
Radar Banjarmasin

ANGGREK Loksado dijarah dan diperdagangkan, begitulah berita koran, yang realitanya dapat dilihat di Pal 7 jalan A Yani setiap sore Sabtu dan Minggu. Eksploitasi anggrek hutan Kalimantan memang sangat merisaukan dan perlu mendapatkan perhatian semua pihak, bukan hanya pemerintah melalui dinas terkait. Berbagai jenis anggrek hutan Kalimantan diperdagangkan dengan seadanya, namun demikian harganya tetap masih cukup bernilai tinggi, bahkan untuk anggrek-anggrek tertentu bernilai ekonomi sangat tinggi. Nilai ekonomi dari anggrek-anggrek yang diperdagangkan tersebut memberikan suatu asumsi yang sangat menarik, secara tidak langsung ingin menyampaikan bahwa hasil hutan selain kayu masih banyak yang diabaikan dan tidak diperhitungkan dalam perencanaan kebijakan yang masih memandang hutan hanya dari kayunya saja, padahal kayu dari hutan tidak lebih 5 persen dari nilai hutan seluruhnya.

Anggrek-anggrek yang diambil dari hutan tersebut sangat mengkhawatirkan, karena diperdagangkan dengan cara yang sembarangan dan diperlakukan dengan seenaknya. Beberapa jenis anggrek yang dilindungi juga diperdagangkan secara bebas, yang menunjukkan bahwa nilai hutan selain kayu masih terabaikan karena seakan tidak adanya tindakan nyata yang sesuai dengan peraturan yang ada. Hal ini dapat dilihat bagaimana rajia kayu dan penangkapan kendaraan yang membawa kayu begitu sering menghiasi berita koran, karena memang ada peraturan tentang itu, apalagi yang tidak memiliki surat keterangan hasil hutan atau dokumen-dokumen resmi. Apakah anggrek tidak termasuk hasil hutan? Jika memperhatikan berita koran, sepertinya anggrek tidak dianggap sebagai hasil hutan, terkesan hanya kayu yang merupakan hasil hutan karena sering ada pemeriksaan surat tentang hasil hutan (kayu) tersebut dan ada operasi illegang logging.

Dengan marak dan masifnya perdagangan anggrek hutan Kalimantan, maka perlu cara pandang yang lebih luas dalam memandang hutan, terutama tentang Non Timber Forest Products (NTFPs) yang sebenarnya mampu memberikan nilai ekonomi yang cukup tinggi, apalagi jika dikelola secara profesional, tanpa harus merusak ekologi hutan dengan kecepatan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Anggrek merupakan salah satu dari NTFPs yang bernilai ekonomi dan sangat komersial, sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari semua kalangan. Berbagai pihak dapat mengambil peran dalam upaya lebih meningkatkan nilai tambah dari berbagai hasil produk hutan selain kayu, sehingga seperti mereka yang berbisnis anggrek dapat lebih memahami komoditas yang diperdagangkan tersebut.

Beberapa jenis anggrek yang diperdagangkan merupakan jenis yang dilindungi, sehingga perlu adanya ketegasan dari pelaksanaan peraturan tersebut. Jenis anggrek tebu/macan (Grammatophyllum speciosum) dan anggrek hitam (Coelogyne pandurata) merupakan anggrek langka yang dilindungi oleh peraturan pemerintah. Padahal, jenis-jenis anggrek tersebut diperdagangkan dengan cara seadanya, seperti anggrek hitam yang dipotong menjadi perbatang tanpa perlakuan untuk mempermudah penjualan sangat berpotensi anggrek tersebut menjadi mati. Oleh karena itu, pembinaan terhadap para pedagang anggrek maupun masyarakat pengambil anggrek di hutan perlu dipikirkan oleh pemerintah, sehingga mereka yang berbisnis anggrek hutan tersebut dapat memperlakukan anggrek-anggrek tersebut sesuai dengan potensi tumbuh dan berkembangnya agar tidak mudah mati.

Peluang NTFPs

Sebagaimana komoditas dari NTFPs seperti rotan, damar, dan lainya, maka anggrek juga dapat menjadi komoditas yang potensial untuk dikembangkan dan mampu memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat di sekitar dan di dalam hutan serta jaringan perdagangannya. Karenanya, perdagangan anggrek hutan harus diperlakukan sebagaimana NTFPs lainnya, misalnya harus mempunyai surat keterangan dari pemerintah setempat, atau paling tidak ada surat keterangan dari desa dimana anggrek tersebut berasal. Pengambilan anggrek hutan juga harus memperhatikan kaidah konservasi, tidak melakukan tindakan “bumi hangus” atau mengambil seluruhnya seperti tindakan menyetrum ikan. Karena, beberapa anggrek dapat diambil melalui sistem stek atau memotong sebagian dan menyisakan bagian lainnya untuk pada saat tertentu dapat diambil kembali.

Peluang NTFPs anggrek hutan Kalimantan menjadi komoditas yang bernilai ekonomi tinggi sangat terbuka lebar. Promosi secara tidak langsung dari ketertarikan istri wakil presiden terhadap salah satu jenis anggrek hutan Kalimantan yang mempunyai bunga yang begitu wangi pada saat kunjungan beliau ke Kalimantan pada suatu pameran. Begitu pula yang dilakukan seorang ibu dari Pelaihari yang mengikutsertakan anggrek bulan (phalaenopsis) dari Tala dalam suatu lomba dan menjadi juara pertama merupakan suatu promosi dalam membuka pintu peluang yang makin lebar. Hal ini memberikan gambaran bahwa anggrek-anggrek hutan Kalimantan tersebut mampu menjadi pusat perhatian karena mempunyai ciri yang khas dan unik, sehingga dengan perlakuan yang sesuai dengan syarat tumbuh dan berkembangnya anggrek tersebut akan meningkatkan nilai ekonomi karena tampilannya semakin indah.(bersambung)

*) Community Learning Forum

Sunday, October 21, 2007

Dari Awang Bangkal sampai ke Waduk Riam Kanan (2) Wisatawan Bergeser ke Sungai Kambang dan Riam Kanan

Senin, 10 September 2007
Radar Banjarmasin

Jika kawasan wisata di Awang Bangkal menghilang, bergeser sedikit ke Kecamatan Aranio kondisinya malah sebaliknya. Kawasan-kawasan berpotensi wisata alam bebas yang dulu tidak dikenal, kini bermunculan. Sungai Kambang salah satunya.

SAPARIYANSYAH, Martapura

“Namanya Sungai Kambang, jadi yang mandi di sini kambang lah Bah?,” celutuk Anak Saya Maulana saat berkunjung ke sana.

Entahlah mengapa masyarakat setempat menamai kawasan wisata berupa jeram yang mengalir ke Sungai Riam Kanan itu. Apakah karena dianggap pengganti Batu Kambing atau alasan lain, entahlah. Pastinya pada papan nama tempatnya disebutkan begitu.

Lokasinya relatif mudah dijangkau. Karena posisinya tepat di pinggir jalan sebelum masuk pada areal perkantoran PLTA Riam Kanan.

Sejauh ini dari pengakuan warga, pengunjung di Sungai Kambang ini sebagian besar para muda-mudi.

“Kalau hari biasa agak sepi. Tapi di hari Minggu, lumayan. Jumlahnya bisa ratusan pengunjung,” ujar seorang warga.

Sungai Kambang sendiri tidaklah terlalu besar, hanya sekitar 5 sampai 10 meter lebarnya. Jeramnya kurang lebih 50 meter panjangnya dengan jenis bebatuan pualam bertingkat-tingkat. Di setiap tingkatan itulah, para muda-mudi banyak yang meredamkan dirinya.

Tidak begitu tinggi. Arusnya pun tidak begitu deras. Hanya saja airnya jernih dan teduh menjadikan kenyamanan tersendiri bagi mereka yang menceburkan diri ke air sungai.

“Di sini memang nyaman. Selain teduh airnya juga dingin. Tapi masalahnya tidak aman. Banyak yang suka mabuk-mabukan di sini, jadi agak takut juga kalau ke sini. Lagian parkirnya juga menentu, kadang hanya Rp1.000 tapi kadang juga sampai Rp3.000,” ungkap seorang pengunjung.

Sungai Kambang memanglah bagian alam yang kini menjadi salah satu alternatif bagi mereka yang ingin menikmati indahnya alam.

Puas memanjkan diri dengan air Sungai Kambang, tidak lengkap jika tidak bersantai di bawah tebih-tebing bukit yang dulunya sengaja dibelah untuk keperluan jalan. Di tebing-tebing yang letaknya persisi di atas bangunan bendungan Riam Kanan, keindahan alam bisa dinikmati seluas mata memandang (bersambung)

Atasi Degradasi, Investor Siap Tanam Jarak

Minggu, 9 September 2007
Radar Banjarmasin

MARTAPURA – Niat Bupati Banjar HG Khairul Saleh untuk menjadikan pohon jarak sebagai alternatif mengatasi degradasi lingkungan, ternyata bukan omong kosong. Hal ini terbukti dengan adanya investor yang langsung menyatakan minatnya untuk berinventasi menanam jarak di wilayah Kabupaten Banjar.

“Insya Allah dalam waktu dekat ini ada persentasi dari salah satu investor yang ingin berinventasi pada penanaman jarak. Nanti saya kabari kalian semua (wartawan, Red) untuk menghadiri acaranya,” ujar Bupati Banjar Khairul Saleh yang enggan menyebutkan invstornya.

Menurut Khairul, untuk tahap pertama ini pihaknya berkeinginan kawasan yang ditanami jarak adalah kawasan di Kecamatan Karang Intan dulu. Hal itu dilakukan sesuai dengan kondisi alamnya yang besarnya merupakan kawasan zona penyangga dari Tahura Sultan Adam.

“Lagi pula lahan-lahan di sana sangat gersang dan sepertinya tidak bisa ditanami dengan tanaman keras. Jadi kami melihat pohon jarak akan cocok di sana. Lingkungan jadi hijau, buahnya bermanfaat,” katanya.

Jika upaya pertama tersebut berhasil lanjutnya, maka ke depan gerakan penanaman jarak bakal digalakkan. Selaras dengan adanya program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), industri jarak diperkirakan bisa memperkuat program-program ekonomi kerkayatan tersebut.

“Apalagi nanti bila program ini dipadukan dengan program-program CD-nya para pengusaha pertambangan di Kabupaten Banjar. Tentunya dampak lingkungan akibat pertambangan tidak begitu menyengsarakan masyarakat sekitar tambang pasca penambangan,” ujarnya. (yan)

Dari Awang Bangkal sampai ke Waduk Riam Kanan (1) Gersang, Panas hingga Debu Akibat Pertambangan

Minggu, 9 September 2007
Radar Banjarmasin

Kecamatan Karang Intan dan Aranio, selama ini dikenal sebagai kawasan kaya akan potensi keindahan alamnya. Dari hijau pegunungan hingga beningnya air sungai, semuanya ada di kawasan tersebut. Maklum sebagian besar wilayah kedua kecamatan ini termasuk dalam kawasan TAHURA Sultan Adam. Namun itu dulu, saat ini semuanya nyaris berubah.

SAPARIYANSYAH, Martapura

BATU Kambing dan Gunung Patra Bulu, dulu puluhan tahun silam kedua nama tersebut selalu menjadi buah bibir para pencinta alam bahkan masyarakat Kalsel. Ya karena memang kedua nama itu selalu menjadi sasaran bagi masyarakat yang ingin menikmati keindahan alam tanpa harus jauh-jauh bepergian ke luar daerah.

Gunung Patra Bulu adalah sebuah bukit tertinggi yang bisa disaksikan dari Desa Awang Bangkal yang berada tepat di kaki bukit itu. Hijau pepohonan dengan pucaknya setiap pagi diselimuti kabut selalu nyaman dipandang. Wajar jika para pencinta alam pun sempat menjadikan kawasan puncak Patra Bulu sebagai tempat menghabiskan waktu setiap malam Minggu.

Kini, jangankan untuk bermalam di sana, memandang lereng-lerengnya pun pasti enggan. Tidak ada lagi hijaunya pepohonan. Sebagai gantinya, ratusan truk dan sejumlah alat berat berpacu dengan terik matahari menggali bebatuan.

“Engga lah. Daripada ke sana mending kita santai di pelabuhan Riam Kanan saja. Di sini sudah panas penuh debu lagi. Kalau dulu setiap minggu saya senang membawa keluarga ke sini, terutama untuk mandi di Batu Kambing,” ujar Abdullah, warga Martapura yang mengaku ingin berekreasi ke Riam Kanan.

Abdullah mungkin benar. Tidak ada lagi keindahan di sana yang bisa dinikmati. Karena yang tersisa hanya papan-papan peringatan yang berisikan larangan melakukan aktifitas pertambangan batu gunung yang tersebar di lereng-lereng Patra Bulu. Pepohonan yang penanamanya pun dihadiri Menteri Pertanian di era 80-an juga hanya menyisakan tugunya saja. Semuanya seolah sirna akibat kerakusan manusia.

“Menyedihkan jika melihat kondisi alam di sana saat ini. Gersang! Celakanya lagi karena gersang itulah menjadikan alasan bagi Pemkab Banjar untuk melakukan berbagai kegiatan eksploitasi sumber daya alam di sana. Kenapa tidak kita hijaukan saja, bukankah itu lebih berarti bagi kesejahteraan rakyat, walau pun tidak secara langsung,” ujar Ketua F-PAN DPRD Banjar Abdul Basit dengan nada kecewa.(bersambung)

RAPBD-P Kotabaru Diajukan Ada Kenaikan Sebesar Rp67,6 M

Sabtu, 8 September 2007
Radar Banjarmasin

KOTABARU – Rancangan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2007 yang disampaikan kepada DPRD setempat mengalami kenaikan. Perubahan kali ini kenaikkannya mencapai Rp67.623.673.748,82 M atau 11,72 persen, RAPBD-P sebesar Rp646.767.838.226,64.

Sehingga jumlah RAPBD Perubahan Kotabaru Tahun Anggaran 2007 mengalami peningkatan 25,86 persen dari APBD Kotabaru 2006. Secara umum potensi pendapatan Kabupaten Kotabaru berdasarkan estimasi RAPBD Perubahan 2007 mengalami kenaikan 3,12 persen dari APBD semula, yakni menjadi Rp496.515.677.500, dan meningkat 17,82 persen dari APBD 2006.

Rinciannya, adalah Bagian Pendapatan Asli Daerah mengalami kenaikan 25 persen dari APBD semula, meliputi pajak daerah yang diprediksikan Rp9.932.335.330 miliar atau naik 5,78 persen dari APBD semula, retribusi daerah diprediksikan Rp6.349.365.884 atau naik 9,32 persen, bagian laba lembaga keuangan daerah tidak berubah, dan pos lain-lain pendapatan daerah yang sah diprediksikan menjadi Rp29.333.190.748.

Kenaikan sisi pendapatan juga disumbang oleh kenaikan dana perimbangan sebesar 0,58 persen dari APBD semula, bagi hasil bukan pajak diprediksi menjadi Rp59.622.844.294,50 atau naik 4,24 persen, dana alokasi (umum, khusus dan khusus penyesuaian) tidak berubah, dan lain-lain pendapatan yang sah menjadi Rp15.933.941.243,50 atau naik 21,17 persen.

Dalam RAPBD Perubahan 2007 juga terjadi kenaikan jumlah belanja menjadi Rp67.623.673.748,83 atau 11,88 persen dari APBD semula, atau 30,42 persen dari APBD 2006.

“Pada RAPBD Perubahan 2007 ini Pemkab Kotabaru mengalami rencana defisit sebesar Rp140.352.160.726,65 atau naik 59,98 persen dari defisit semula Rp87.728.486.977,82,” ujar Sekretaris Daerah Kotabaru Drs H Masran Arifani, ketika menyampaikan RAPBD Perubahan itu para rapat paripurna DPRD setempat.

Rencana defisit RAPBD Perubahan 2007 ini dibiayai dengan menggunakan sisa lebih perhitungan anggaran daerah tahun sebelumnya sebesar Rp150.252.160.726,64 atau naik 54,22 persen dari APBD semula sebesar Rp97.426.331.591,25. (ins)

Banyak Perusahaan Tak Tertib Jaminan Sosial

Jumat, 7 September 2007
Radar Banjarmasin

BANJARMASIN,- Meski jaminan sosial kecelakaan kerja merupakan syarat mutlak yang harus diberikan perusahaan kepada buruh dan pekerja,namun hingga sekarang masih banyak perusahaan yang tidak tertib jaminan sosial,akibatnyanya kesempatan buruh untuk mendapatkan jaminan sosial tidak bisa dilaksanakan dengan baik.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Pelayanan dan Organisasi Jamsostek A Ansyari disela-sela pergantian pucuk pimpinan Jamsostek Kalimantan Selatan dari HM Yus’a Santang SH kepada Jumani yang disaksikan langsung Gubernur Kalsel H Rudy Arifin di Aula Abdi Persada,kemarin.

Dijelaskan A Ansyari, Jamsostek merupakan salah satu perusahaan pemerintah yang bergerak untuk meningkatkan kesejahteraan buruh lewat jaminan sosial, karena tingkat kecelakaan yang dialami buruh sangat tinggi dan mereka perlu jaminan terhadap kecelakan kerja.

“Di Kalsel sendiri masih banyak perusahaan yang tidak tertib untuk melakukan jaminan sosial,karena itu kami berharap gubernur bisa memberikan perhatian terhadap persoalan jaminan sosial bagi buruh dan pekerja,”jelasnya,kemarin.

Gubernur Kalsel H Rudy Arifin mengaku persoalan jaminan sosial merupakan hak bagi pekerja,karena itu setiap perusahaan wajib memberikan jaminan sosial kepada pekerjanya dan ini sudah diatur UU.

“Keberadaan Jamsostek di Kalsel sangat dirasakan oleh para buruh dan pekerja, karena mereka bisa mendapatkan jaminan sosial berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan kesehatan dan jaminan hari tua, kami berharap Jamsostek bisa lebih meningkatkan kinerjanya,”harapnya.

Pada kesempatan itu, Jamsostek Kalsel menyerahkan dana bantuan beasiswa kepada anak-anak peserta Jamsostek dan juga bantuan biaya lunak kepada provider pelayanan kesehatan Jamsostek yang besarnya Rp 50 juta setiap dokter.(sya)

Tiga Kapolda Kunjungi PT GC Kepolisian Amankan Aset Vital

Kamis, 6 September 2007
Radar Banjarmasin

BANJARBARU,- Tanpa ada kabar dan rencana, kemarin secara tiba-tiba 3 (tiga ) Kapolda di Kalimantan mengunjungi PT Galuh Cempaka (GC) yang terletak di Kelurahan Palam, Banjarbaru. Tiga kapolda itu adalah Irjen Indarto (Kapolda Kaltim), Brigjen Dinar (Kapolda Kalteng) dan tentu Kapolda Kalsel Brigjen Halba Rubis Nugroho.

Tampaknya, kedatangan tiga puncuk pimpinan kepolisian di tiga provinsi itu dilakukan di sela-sela kegiatan rapat koordinasi (rakor) yang digelar di Banjarmasin terkait pembahasan masalah pertambangan yang ada di Kalimantan.

Kunjungan mendadak itu sendiri langsung diterima Manajer Operasional Steve Weiss dan Mine Manager PT GC Ary Haryono.

Sebelum melihat dari dekat tempat pengolahan intan (gold circuit area), ketiga Kapolda itu menyempatkan mendengarkan penjelasan dari pihak PT GC terkait produksi intan yang selama ini dihasilkan. Pun sejauh ini lahan tambang yang dieskpolitasi sebesar 2.900 hektare, PT Galuh Cempaka sejauh ini hanya menambang 350 hektare saja dengan produksi intan kami mencapai puluhan ribu krat serta menargetkan untuk tahun ini setidaknya menargetkan produksi 63 ribu krat.

Kapolda Kalsel Brigjen Halba mengungkapkan, kunjungan yang dilakukan pihaknya hanya ingin melihat dari dekat kondisi serta produksi pertambangan intan satu-satunya di Kalimantan itu.

“Gak ada sesuatu yang istimewa kok, kita hanya ingin melihat dari dekat berbagai proses penambangan intan yang dilakukan PT Galuh Cempaka,” kata Halba kepada koran ini.

Disebutkan Halba, sebagai areal pertambangan yang diizinkan (legal), sudah menjadi ketentuan bagi aparat kepolisian untuk melakukan pengamanan aset-aset vital negara. Salah satunya tentu pertambangan intan PT Galuh Cempaka.

“Ini pertambagan legal, semua pihak harus turut mengamankan, termasuk juga aparat kepolisian,” kata Halba lagi.

Sejauh ini, beber Halba sesuai dengan penjelasan dari pihak PT GC, pertambagan intan ini setiap tahunnya setidaknya mengucurkan dana sebesar54 ribu US dolar untuk dana Community Development (CD) yang diberikan langsung kepada warga sekitar. (mul)

Lahan Kritis Diantisipasi

Kamis, 6 September 2007
Radar Banjarmasin

RANTAU ,- Untuk mengantisipasi bertambah meluasnya jumlah lahan kritis di Kabupaten Tapin, Dithutbun Kabupaten Tapin melakukan berbagai upaya pencegahan. Mulai dari gerhan, hingga reboisasi hutan rakyat pun dilakukan di beberapa kecamatan yang memiliki cacatan lahan ktiris.

Hal itu diungkapkan Kasi Rehabilitasi Lahan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapin, Herman Cahyono Shut kepada wartawan di ruang kerjanya. “Untuk di Kabupaten Tapin sendiri, sebenarnya sudah dilakukan antisipasinya. Yakni melakukan kegiatan Gerhan dengan menggunakan dana APBN Pusat, dimulai sejak tahun 2003 silam hingga sekarang,” kata Cahyono.

Selain itu, kata Cahyono, dilakukan juga reboisasi hutan rakyat di Kecamatan Piani untuk 2 ribu hektare luasnya. Selanjutnya, di tahun 2005 lalu dilakukan Gerhan murni untuk reboisasi hutan rakyat seluas 1.100 hektare dan di tahun 2006 dilakukan kembali Gerhan murni hutan rakyat seluas 150 hektare, di mana 50 Ha dilaksanakan di Kecamatan Hatungun dan 100 hektarenya di Kecamatan Piani. Dan terakhir, tahun 2007 ini, Gerhan murni reboisasi hanya dilakukan di atas lahan seluas 125 hektare dan 650 hektare untuk hutan rakyat.

Ditambahkan Cahyono, hingga saat ini Dishutbun Tapin masih menyelesaikan hutang Gerhan murni tahun 2005, 2006, 2007, yang akan terus dilanjutkan, sebab dananya bersifat mulstiyears. Hutan rakyat ini, dari tahun ke tahun cenderung naik karena faktor alam dan perbuatan manusia yang tidak santun terhadap hutan dan lingkungan.

“Sebab, lahan kritis dihampir semua kecamatan di Tapin ada ditemukan lahan kritisnya tidak terkecuali Kecamatan Tapin Utara (Rantau) sebagai Ibu Kota Kabupaten Tapin,” tutupnya, kepada sejumlah wartawan

Karena itu, lanjutnya, upaya-upaya untuk mengantisipasi di uraikannya, dilakukan dari dana APBN pusat, yaitu kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) atah Gerhan yang dimulai sejak tahun 2003 lalu, dimana untuk Kabupaten Tapin pada tahun tersebut tidak ada. Baru pada tahun 2004 mendapat jatah reboisasi hutan rakyat 2.000 Ha yang berada dalam kawasan hutan yang bantuan dalam bentuk kelompok tani di Kecamatan Piani dan Hatungun, tahun 2005 Gerhan murni untuk reboisasi hutan rakyat seluas 1.100 Ha, tahun 2006 Gerhan murni hutan rakyat 150 Ha.

“Mudah-mudahan dengan berbagai upaya yang dilakukan ini bisa mengurangi lahan kritis yang ada di Tapin. Paling tidak, pasrtisipasi masyarakat dengan melakukan gerakan penanaman pohon di lingkungan sekitarnya, bisa memberikan kontribusi bagi kenyamanan di lingkungannya,” saran Cahyono. (nti)

PT GC Bantah Tak Transparan

Selasa, 4 September 2007
Radar Banjarmasin

BANJARBARU – Menanggapi pernyataan Direktur BLHI Badrul Ain Sanusi yang menyebutkan PT Galuh Cempaka (PT GC) tidak transparan dalam melaporkan hasil ekploitasi intan, pihak PT GC membantah keras.

’’Segala informasi telah kami berikan pada Departemen Perdagangan, tepatnya Dirjen Geologi dan Mineral, karena hubungan kami memang dengan Pusat berdasarkan kontrak karya yang sudah ditandatangani,’’ ungkap Main Manager PT GC Ary Haryono.

Kendati demikian, sambung Ary, pihaknya juga tetap menghormati daerah yang ditambang, khususnya Banjarbaru, sehingga informasi mengenai kegiatan eksploitasi tersebut juga diberikan pada Dinas Pertambangan Kalsel, maupun Banjarbaru tanpa ada perbedaan sedikitpun.

’’Jadi siapa yang tidak transparan, kami sudah memberikan data pada pihak yang berkompeten, walaupun tidak pada semua pihak, tapi ini sudah sangat proporsional,’’ jelasnya.

Ditambahkan Ary, pihaknya juga memberikan klarifikasi atau pembetulan atas data yang diberikan sebelumnya, yakni produksi seribu krat setahunnya adalah salah, karena produksi lebih dari itu.

‘’Produksi kami mencapai puluhan ribu krat, bahkan tahun ini kami menargetkan 63 ribu krat,’’ ujarnya lagi.

Di samping itu, sambung Ary, soal lahan tambang yang di eksploitasi, memang benar berdasarkan kontrak karya seluas 2.900 Ha, namun tidak seluruhnya daerah yang digali, hanya titik-titik tertentu saja.

‘’Kami hanya menambang sekitar 350 hektare saja, yakni titik-titik yang sudah dipilih,’’ ujarnya lagi. (mul)

Dari Awang Bangkal sampai ke Waduk Riam Kanan (2) Wisatawan Bergeser ke Sungai Kambang dan Riam Kanan

Senin, 10 September 2007
Radar Banjarmasin

Jika kawasan wisata di Awang Bangkal menghilang, bergeser sedikit ke Kecamatan Aranio kondisinya malah sebaliknya. Kawasan-kawasan berpotensi wisata alam bebas yang dulu tidak dikenal, kini bermunculan. Sungai Kambang salah satunya.

SAPARIYANSYAH, Martapura

“Namanya Sungai Kambang, jadi yang mandi di sini kambang lah Bah?,” celutuk Anak Saya Maulana saat berkunjung ke sana.

Entahlah mengapa masyarakat setempat menamai kawasan wisata berupa jeram yang mengalir ke Sungai Riam Kanan itu. Apakah karena dianggap pengganti Batu Kambing atau alasan lain, entahlah. Pastinya pada papan nama tempatnya disebutkan begitu.

Lokasinya relatif mudah dijangkau. Karena posisinya tepat di pinggir jalan sebelum masuk pada areal perkantoran PLTA Riam Kanan.

Sejauh ini dari pengakuan warga, pengunjung di Sungai Kambang ini sebagian besar para muda-mudi.

“Kalau hari biasa agak sepi. Tapi di hari Minggu, lumayan. Jumlahnya bisa ratusan pengunjung,” ujar seorang warga.

Sungai Kambang sendiri tidaklah terlalu besar, hanya sekitar 5 sampai 10 meter lebarnya. Jeramnya kurang lebih 50 meter panjangnya dengan jenis bebatuan pualam bertingkat-tingkat. Di setiap tingkatan itulah, para muda-mudi banyak yang meredamkan dirinya.

Tidak begitu tinggi. Arusnya pun tidak begitu deras. Hanya saja airnya jernih dan teduh menjadikan kenyamanan tersendiri bagi mereka yang menceburkan diri ke air sungai.

“Di sini memang nyaman. Selain teduh airnya juga dingin. Tapi masalahnya tidak aman. Banyak yang suka mabuk-mabukan di sini, jadi agak takut juga kalau ke sini. Lagian parkirnya juga menentu, kadang hanya Rp1.000 tapi kadang juga sampai Rp3.000,” ungkap seorang pengunjung.

Sungai Kambang memanglah bagian alam yang kini menjadi salah satu alternatif bagi mereka yang ingin menikmati indahnya alam.

Puas memanjkan diri dengan air Sungai Kambang, tidak lengkap jika tidak bersantai di bawah tebih-tebing bukit yang dulunya sengaja dibelah untuk keperluan jalan. Di tebing-tebing yang letaknya persisi di atas bangunan bendungan Riam Kanan, keindahan alam bisa dinikmati seluas mata memandang (bersambung)

Ketika Kekayaan Alam Diserahkan kepada Asing Jatiah

Selasa, 4 September 2007
Radar Banjarmasin

SEMUA orang tahu, alam Indonesia sangat kaya. Areal hutannya termasuk paling luas di dunia, tanahnya subur, dan alamnya indah. Indonesia juga adalah negeri yang memiliki potensi kekayaan laut luar biasa. Wilayah perairannya sangat luas; kandungan ikannya diperkirakan mencapai 6,2 juta ton, belum lagi kandungan mutiara, minyak, dan kandungan mineral lainnya; di samping keindahan alam bawah lautan. Dari potensi ikan saja, menurut Menteri Kelautan, bisa didapat devisa lebih dari USD8 miliar setiap tahunnya. Sementara itu, di daratan terdapat berbagai bentuk barang tambang berupa emas, nikel, timah, tembaga, batubara, dan sebagainya.

Akan tetapi, semua orang juga tahu, kini Indonesia terpuruk menjadi negara miskin. Laporan Bank Dunia terbaru tentang 100 juta penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan sangat menyedihkan. Jumlah 100 juta tentu bukan angka yang kecil, sangat besar, karena hampir mendekati setengah dari 220 juta penduduk Indonesia. Jumlah ini 2 kali lipat dari versi Biro Pusat Statistik yang mengklaim penduduk miskin Indonesia “hanya” sekitar 49 juta.

Sebenarnya sejumlah permasalahan yang terjadi tanpa berkesudahan tersebut akibat ketidakjelasan batas-batas kepemilikan. Sesungguhnya kekayaan alam itu adalah milik umum, individu-individu dibolehkan mengambil manfaat dari kekayaan tersebut, namun terlarang memilikinya secara pribadi.

Akan tetapi, negara yang seperti apa yang bisa menerapkan fungsi-fungsi tersebut, apakah mungkin dengan negara kita saat ini yang notabenenya kita ketahui bahwa negara kita adalah sebuah negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang memberikan kebebasan bagi pihak-pihak yang memiliki kekuasaan (kedudukan dan uang) untuk mengelola kekayaan alam yang ada. Sudah terbukti negara kita saat ini telah menjual aset- aset kekayaan alam kita kepada pihak asing dan pihak-pihak tertentu. Jadi, negara yang seperti apa? Sesungguhnya Allah Swt telah menetapkan kepada kaum muslimin bahwa aturan yang harus diterapkan itu dalam seluruh aspek kehidupan tidak terkecuali dalam pengelolaan kekayaan alam hanyalah syari’at Allah.

Saat ini pengelolaan sektor-sektor yang itu memenuhi hajat hidup orang banyak seperti emas, perak, timah, minyak, gas, batubara, dsbnya telah dikuasai oleh asing. Pemerintah telah menyerahkan pengelolaannya kepada perusahaan-perusahaan asing dan keuntungannya pun sebagian besar untuk mereka.

Sudah saatnya kita kembali kepada aturan sang pencipta yang tidak hanya menciptakan manusia dan alam semesta tetapi juga memberikan aturan sehingga manusia menjalani kehidupan ini sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk. Wallahua’lam Bishawab. (*)

Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia