Label Cloud

Tuesday, November 20, 2007

Flora Langka Anggrek Hutan Kalimantan Terus Diburu

Selasa, 30 Oktober 2007

Dwi P Djatmiko, Direktur Eksekutif Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia Kalimantan Selatan, tak bisa menutupi kekecewaannya ketika bicara kondisi terakhir habitat anggrek hutan di Pegunungan Meratus. "Kemampuan kami terbatas, penyelamatan yang bisa dilakukan hanya pada dua kampung di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Daerah lainnya, kami tidak bisa berbuat banyak," katanya.

Kekecewaan itu tentu beralasan. Sebab, setahun terakhir perburuan anggrek hutan dan berbagai tanaman alam lain yang dijadikan tanaman hias dari Pegunungan Meratus terus marak dan tak terkendali. "Kalau ini terus dibiarkan, lama-lama habis dan bisa saja orang Kalsel nanti hanya dapat menyaksikan kekayaan alam daerah ini di luar daerahnya, bahkan di luar negeri," katanya.

Pengambilan anggrek hutan Meratus dalam skala besar, kata dia, terjadi tahun 1980 oleh seorang peneliti dari Eropa di Gunung Halao-halao. Sekarang, koleksi anggrek Meratus yang terlengkap ternyata ada di Botanical Garden di London, Inggris. "Daerah ini memang menjadi incaran karena sangat kaya dengan anggrek. Bahkan, ekspedisi Meratus yang dilakukan YCHI tahun 2005 saja menemukan lebih dari 100 jenis anggrek hutan," ungkapnya.

Kini perburuan anggrek berlangsung besar-besaran dan terus-menerus. "Yang kami bisa pastikan tak terjadi penjarahan anggrek hutan Meratus hanya di Desa Haratai dan Malaris, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Warga dua desa ini membudidayakan sekitar 30 jenis anggrek hutan, hasilnya mereka jual Rp 50.000 hingga Rp 250.000 per pot," katanya.

Daerah lainnya, terutama di enam kabupaten, di antaranya Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, dan Tapin, pengambilan anggrek hutan dan tumbuhan hutan lainnya terus berlangsung.

Perburuan anggrek hutan tropis basah dataran rendah itu begitu hebat menyusul booming bisnis tanaman hias di Indonesia akhir-akhir ini. Hal ini memicu munculnya para pedagang tanaman hias dadakan di Kalsel. Sayangnya, yang mereka jual bukan tanaman hias hasil budidaya, tetapi mengambil dari alam.

Dan untuk mendapatkan berbagai jenis tanaman khas Kalimantan, mereka tidak perlu pergi ke hutan berhari-hari. Para pedagang itu tinggal menyuruh warga setempat masuk hutan.

Apa yang diambil dari hutan semua mereka beli secara karungan dengan harga Rp 10.000 hingga Rp 50.000 per karung.

Dari Kecamatan Loksado, anggrek hutan diangkut dengan sepeda motor atau mobil bak terbuka. Pengangkutan biasanya berlangsung Jumat malam atau Sabtu pagi. Mereka menempuh jalan sekitar 180 kilometer arah Banjarmasin dan menggelar dagangannya di pinggir jalan di Kilometer 7 Jalan A Yani, Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar. Pasar itu hanya berlangsung setiap hari Minggu.

Minggu (28/10), misalnya, berbagai jenis anggrek hutan dijual dengan murah di pasar ini. Jenis anggrek yang seluruh daunnya merah dan belum diketahui namanya dijual Rp 10.000- Rp 15.000 per pot. Sementara anggrek jenis pandu dijual Rp 5.000 per tangkai. Anggrek tebu atau anggrek macan jika sedang berkembang baik, harganya bisa mencapai jutaan rupiah.

Selain anggrek, juga dijual berbagai jenis tumbuhan jenis paku-pakuan dan lumut. Kampil warik (tanaman merambat berbentuk kantong seperti pipi monyet saat penuh makanan) hanya dijual Rp 5.000 per tangkai, sedangkan bunga bangkai Rp 60.000 per umbi. Kantong semar yang dijual di pasar dadakan ini sebagian besar didatangkan dari Hampangin, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.

"Saya setiap minggu mencari jenis anggrek baru. Kalau beruntung, bisa dapat jenis anggrek yang bagus dengan harga murah," tutur seorang perempuan yang tinggal di Perumahan Kayu Tangi, Banjarmasin.

Mereka yang datang ke pasar itu tak hanya dari Banjarmasin dan sekitarnya, tetapi juga dari Jakarta. Selain untuk oleh-oleh, ada juga yang sengaja membeli dalam jumlah besar untuk dijual lagi di Ibu Kota. Agar lolos dari pemeriksaan petugas bandara, tumbuhan hutan itu dikemas dalam kardus dan dimasukkan bagasi atau dititipkan pada pedagang untuk dikirimkan lewat jasa pengiriman barang.

Pengurasan sumber daya hutan di Pegunungan Meratus tampaknya akan terus berlanjut karena belum ada upaya maksimal untuk menghentikannya. (M Syaifullah)

Warga Diminta Ikut Memelihara Lingkungan

Jumat, 5 Oktober 2007
Radar Banjarmasin, BANJARMASIN ,-

Semakin hari beban permasalahan lingkungan di Kota Banjarmasin makin bertambah. Beban yang diterima dan dirasakan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran yang disebabkan sampah, hasil aktivitas sehari-hari warga kota.

Di sisi lain, warga kota memiliki peran yang besar agar pencemaran yang berdampak pada gangguan lingkungan itu tak terus bertambah. Keterlibatan warga kota menjaga dan memelihara, serta mengobati lingkungan yang sudah terganggu, menjadi harapan Pemkot Banjarmasin. Di samping upaya pemerintah melakukan pembinaan melalui sosialisasi dan pelatihan yang ada kaitannya dengan lingkungan hidup. “Diperlukan upaya menyeluruh untuk lebih meningkatkan peran serta masyarakat,” ujar Wakil Walikota Banjarmasin H Alwi Sahlan di sela-sela kegiatan sosialisasi Lingkungan Hidup oleh Kementerian Lingkungan Hidup di Hotel Jelita, Banjarmasin, sore kemarin.

Ir Bambang Widiyantoro, Asisten Deputi Pemberdayaan Masyarakat Kota Kementerian LH yang menjadi narasumber dalam sosialisasi itu menambahkan, lembaganya memiliki komitmen untuk menangani permasalahan lingkungan di Kota Banjarmasin. Apalagi, kota tua yang berumur 481 tahun ini memiliki problematika lingkungan. Terbukti pada tahun 2006 lalu oleh pemerintah diberikan predikat Kota Terkotor di Indonesia.

“Kami mengajak warga dan memberdayakannya untuk membangun kembali lingkungan Kota Banjarmasin ini. Karena dari wargalah lingkungan yang baik, bersih, dan sehat itu akan tercipta. Mereka yang paling tahu tentang kondisi lingkungannya,” kata Bambang.

Pada sosialisasi yang difasilitasi Bapedalda Kota Banjarmasin itu, lebih memfokuskan permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah. Peserta sosialisasi yang diharapkan dapat menjadi kader lingkungan berasal dari beberapa pengelola pondok pesantren, Tim Penggerak PKK, Badan Keswadayaan Masyarakat, Pramuka, dan lain sebagainya.(yha)

Saturday, November 03, 2007

Meratus Diusulkan Jadi Taman Nasional

Sabtu, 03-11-2007 | 00:17:14

BANJARMASIN, BPOST - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan (Kalsel), Amir Hamzah mengungkapkan, pihaknya telah mengusulkan ke pemerintah pusat untuk membangun taman nasional melindungi flora dan fauna di Kalsel yang mulai punah.

Menurut Amir taman nasional yang telah diusulkan tersebut berada di pegunungan Meratus dengan luas areal 8 ribu hingga 40 ribu hektare.

Dari jumlah luas lahan tersebut, ada daerah-daerah yang harus dibatasi untuk kegiatan masyarakat (enclave), untuk tetap menjaga kelestarian alam di taman nasional tersebut.

Amir berharap, pada 2008 telah ada penunjukan dari Menteri Kehutanan berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, bahwa Kalsel layak dibangun taman nasional.

Mengingat keberadaan taman nasional di Kalsel sangat mendesak dan penting, sebagai salah satu fungsi penyeimbang dan penyelamatan kawasan yang kini sebagian besar telah rusak.

Kerusakan lingkungan tersebut, selain mengancam keberadaan flora dan fauna khas juga sangat membahayakan bagi kelangsungan sumber plasma air di 13 kabupaten dan kota.

Menurutnya, dari 113 ribu hektare kawasan lindung di Kalsel, ada beberapa daerah rambahan yang mengalami kerusakan dan harus segera diperbaiki. Seperti kawasan Kelumpang Laut dan Sebuku Kabupaten Kotabaru.

Menurutnya, ada beberapa jenis flora dan fauna khas Kalsel yang kini sudah sulit untuk ditemukan karena nyaris punah, akibat kerusakan hutan baik itu akibat pertambangan maupun penebangan yang dilakukan secara membabibuta. ant

Warga Minta Pertahankan Handil Guntung

Jumat, 02-11-2007 | 00:00:02

  • Walikota : Dahulukan Kepentingan Rakyat

BANJARBARU, BPOST - Warga pemilik lahan pertanian di Kelurahan Palam, Banjarbaru meminta pihak perusahaan mempertahankan saluran air Handil Guntung, meski PT Galuh Cempaka berencana memperluas areal tambang intan ke arah selatan.

Sementara, Mine Manager PT GC, Ary Haryono, secara terbuka dalam pertemuan dengan warga Selasa (30/10) mengatakan, rencana tersebut memiliki konsekuensi bakal ditutupnya saluran air yang membentang sepanjang Timur ke Barat, karena jalan itu satu-satunya lintasan kendaraan angkutan.

"Saat ini perusahaan baru menjajaki tahap penyiapan saluran pengganti. Belum pada pemindahan. Makanya rencana ini kami sosialisasikan dulu untuk mencari jalan keluar terbaik," jelas Ary.

Pertemuan yang dihadiri Camat Cempaka, Lurah Palam, perwakilan Dinas Pertambangan LH dan Dinas Kimpraswil Banjarbaru itu masih buntu. Warga minta saluran air di Handil Gantung tetap dipertahankan atau tidak dialihkan.

"Kalau perlu saluran yang ada dilebarkan. Kalau ditutup sawah kami bisa kebanjiran," pinta H Isaf mewakili warga pertani setempat saat pertemuan itu.

Saluran air Handil Guntung diakui masih milik masyarakat dan belum dibebaskan oleh perusahaan. Dengan rencana perluasan ke Selatan, saluran airnya terpaksa akan dipindah. Permintaan supaya tidak dipindah, kata Ary berat mengingat rencana perluasan ke arah Selatan.

Sementara, Walikota Banjarbaru Rudy Resnawan meminta PT Galuh Cempaka (GC) mendahulukan kepentingan rakyat setempat. Ia mengingatkan pemegang izin pertambangan intan berupa Kontrak Karya (KK) ini memperhatikan hak rakyat sebelum melakukan perluasan areal tambang.

Rudy meminta, perluasan tidak menggusur lahan warga. "Jangan sampai pertambangan yang dikerjakan orang luar dan menambang di daerah Banjarbaru meminggirkan kepentingan warga di sana. Jika memang warga tidak mau, jangan dipaksa," katanya kemarin.

Walikota menyatakan belum mengetahui persis bagaimana rencana PT GC memperluas areal lahan garapan penambangan intan itu. Namun, ia berharap agar pihak PT GC lebih arif dalam merealisasikan rencananya. niz

DAS Barito Paling Kritis

Rabu, 31-10-2007 | 22:16:11

  • Empat DAS di Kalimantan Tak Berfungsi

BANJARMASIN, BPOST - Sebanyak empat daerah aliran sungai (DAS) di Kalimantan dalam kondisi sangat kritis, sehingga kemampuannya menjaga ekosistem dan sebagai daya dukung terhadap lingkungan tidak bisa berfungsi maksimal.

Data tersebut sebagaimana disampaikan Kasubdin Pengembangan kelembagaan dan pengelolaan DAS dan rehabilitasi lahan, Departemen Kehutanan Nandang Sunarya, usai lokakarya pembentukan forum DAS Barito di Kalimantan Selatan (Kalsel), Selasa (30/10).
Keempat DAS yaitu DAS Barito di Kalsel, DAS Kahayan, Kalimantan Tengah (Kalteng), DAS Kapuas di Kalimantan Barat dan DAS Mahakam di Kalimantan Timur.
Keempat DAS tersebut, tambahnya, kini tidak mampu lagi berfungsi secara maksimal dalam menjaga ekosistem dan kelangsungan hidup lingkungan di sekitar.
“Menjaga agar kondisinya tidak semakin parah, kami akan memprioritaskan penanganan DAS kritis tersebut dibanding DAS lainnya,” katanya.
Kerusakan DAS-DAS tersebut, tambahnya, terjadi karena adanya aktivitas pertanian, pertambangan, perkebunan dan lainnya di sekitar DAS yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi.
Khusus di DAS Barito, penyebaran lahan kritis saat ini terjadi hampir di seluruh lokasi. “Hampir seluruh DAS Barito kini telah kosong,” katanya.
Total lahan kritis di DAS Barito tersebut kini telah mencapai 555 ribu hektare.
Selain itu, laju degradasi atau kerusakan lahan tidak  diimbangi dengan upaya gerakan rehabilitasi lahan (gerhan) secara maksimal dan seimbang.
Sayangnya, gerhan ini belum didukung secara maksimal oleh pemerintah kabupaten dan kota yang terkait. Para Bupati biasanya hanya mengetahui awal dilakukan Gerhan, tetapi bagaimana akhirnya rata-rata kurang peduli.
Selain gerhan, upaya lain yaitu dengan pembentukan Forum DAS yang telah ada pada 13 provinsi di Indonesia, di antaranya Sumatera Utara, Lampung, Jambi, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan seluruh daerah di Jawa.
Sedangkan di Kalimantan, hingga kini belum ada satu provinsi pun yang telah membentuk forum itu. ant