Label Cloud

Wednesday, June 18, 2008

Areal Gas Metana Dikapling Pengusaha

Kamis, 12-06-2008 | 00:31:16

BANJARBARU, BPOST - Pengembangan energi baru berupa gas metana batu bara atau coal bed methane (CBM)oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengatasi kesulitan bahan bakar minyak, bukan sekadar rencana. Sejumlah pengusaha sudah mengajukan izin pengambilan sumber daya alam itu pada lahan potensial CBM di tiga kabupaten di Kalsel.

Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kalsel, sudah ada 35 calon investor yang mengajukan permohonan izin ke pemerintah pusat untuk menggarap sumber daya alam gas itu.

Dari paparan Dirjen Minyak dan Gas Departemen ESDM saat melakukan konsultasi penawaran wilayah kerja CBM/GMB di Kalsel awal Juni lalu di Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Batola dan Tanah Laut menjadi daerah yang dituju para calon investor.

Tanah Laut menjadi daerah terbanyak serbuan investor yaitu 22 calon pemegang izin pengeboran gas. Disusul 10 izin yang diajukan ke Kabupaten Banjar 3 izin di Batola.

Namun, sebagian lahan yang dilirik itu sebagai lahan yang telah memiliki konsesi izin kuasa pertambangan (KP) batu bara. Padahal, di areal itu secara ekonomis geologis, tidak memiliki kandungan batu bara.

Seperti yang terjadi di areal lumpur panas Barambai di Kabupaten Barito Kuala (Batola). Distamben Kalsel menerima protes tertulis dari PT Trans Asia karena sudah ada tiga perusahaan yaitu PT Katya Inti Energi, PT Delapan Inti Power dan PT Tansri Madjid Energi yang sudah mengapling kawasan tersebut sebagai kawasan izin KP penyelidikan umum bahan galian batu bara. Bersamaan perusahaan Trans Asia mengajukan permohonan menggarap CBM/GMB.

Kadistamben Kalsel menduga protes itu ada kaitannya dengan izin pengambilan gas CBM/GMB. Pasalnya, saat ekspos Dirjen Migas di Banjarbaru, disebutkan sesuai Peraturan Menteri ESDM No 033/2006, wilayah kerja gas metana ini bisa diberikan kepada badan usaha atau bentuk usaha tetap di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia.

Salah satu syarat mendapatkan wilayah kerja atau izin ini jika kawasan yang akan digarap gas metannya berasal dari wilayah pertambangan berbentuk izin KP batu bara juga Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

"Di sana itu kan daerahnya rawa. Secara geologis ekonomisnya tidak ada kandungan batu bara," ujarnya. (niz)

Potensi Terbesar di Barito

Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro seperti dilansir harian ini Selasa (10/6), menyebutkan, sumber CBM melimpah di Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Berdasarkan data Bank Dunia, konsentrasi potensi terbesar terletak di Kalimantan dan Sumatera.

Di Kalimantan Timur, antara lain tersebar di Kabupaten Berau dengan kandungan sekitar 8,4 TSCF, Pasir/Asem (3 TSCF), Tarakan (17,5 TSCF), dan Kutai (80,4 TSCF). Kabupaten Barito, Kalimantan Tengah (101,6 TSCF). Sementara itu di Sumatera Tengah (52,5 TSCF), Sumatera Selatan (183 TSCF), dan Bengkulu 3,6 TSCF, sisanya terletak di Jatibarang, Jawa Barat (0,8 TSCF) dan Sulawesi (2 TSCF).

Khusus di Sungai Barito, penelusuran ke sejumlah literatur pertambangan diketahui memiliki pontensi CBM yang cukup besar. Urutan kedua setelah sungai-sungai di Sumatra Selatan. Bahkan Sungai Barito tidak kalah dibandingkan dengan sungai-sungai CBM terbaik di Amerika Serikat.

Sungai Barito memang tidak menghasilkan gas dan minyak yang signifikan, tapi memiliki lapisan batu bara bergas yang tebal hingga 500 kaki. (niz)

Areal Tambang Masih Ditutup

Jumat, 06-06-2008 | 00:32:14

• Perbaikan Baru 80 Persen
BANJARBARU, BPOST - Penutupan sebagian areal pertambangan intan milik PT Galuh Cempaka (GC) yang diduga telah mencemari lingkungan di Kelurahan Palam Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru, masih dilakukan.

Kendati perusahaan itu telah berupaya meminimalkan dampak lingkungan, menurut Kepala Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup (Distam LH) Kota Banjarbaru, Burhanudin, statusnya belum bisa dinyatakan lepas dari penutupan. Hasil pantauan tim, kata dia, sekarang upaya perbaikan sudah berjalan 80 persen dari kondisi semula saat ditutup.

"Memang sudah ada perbaikan perlakuan sekitar 80 persen. Namun, ini masih terus dipantau dan statusnya khusus areal Cempaka Mining merupakan zona tertutup karena di sana masih harus terus dibenahi," kata Burhanudin, Kamis (5/6).

Menurut Burhan, panggilan, Burhanudin, pembenahan yang perlu dilakukan ialah pengelolaan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL). Selama ini, walau sudah beberapa unit IPAL tersedia, PT GC belum maksimal mempergunakannya. Usai penambangan, limbah terbuang begitu saja di permukaan tanpa melalui proses pengolahan di IPAL sehingga memengaruhi lingkungan.

Hasil penelitian awal tim terpadu Pemprov Kalsel dan Distam LH Kota Banjarbaru memang menemukan bukti PT GC melakukan pencemaran lingkungan. Diduga kuat akibat pembuangan limbah pertambangan ke sungai. Akibatnya, tingkat keasaman air sungai (pH) mencapai 2,97 melebihi Peraturan Gubernur (Pergub) Kalsel tentang pH normal antara enam hingga sembilan. Selain itu, PT GC membuang limbah timbal mencapai 0,84. Padahal sesuai Pergub Kalsel hanya dibolehkan 0,1.

Khusus pada tingkat keasaman tanah, di daerah itu saat rona awal sebelum pertambangan dilakukan, pH-nya, ujar Burhan, sudah berada pada angka lima. Jadi kalau sesuai dengan Pergub, akan sangat sulit. (niz)

Limbah Pendulangan Cemari Sawah

Kamis, 05-06-2008 | 00:33:38

• Petani Mengadu ke Distam
BANJARBARU, BPOST - Aktivitas penambangan intan memakai mesin di Kecamatan Cempaka, Banjarbaru makin mengancam lingkungan. Luberan lumpur hasil sedotan mesin penyedot tanah diduga telah mengganggu ratusan hektare sawah di Kelurahan Bangkal.

Aktivitas pendulangan semi-mekanis di sepanjang sungai selain memacu percepatan pendangkalan, mengakibatkan pencemaran air sungai di daerah hulu. Seperti yang dikeluhkan warga Bangkal. Sungai Dadap yang selama ini menjadi satu-satunya sumber air bersih, tak bisa lagi dimanfaatkan.

Puluhan petani dari beberapa RT di Kelurahan Bangkal, Kecamatan Cempaka, mengadukan masalah itu ke Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup (Distam LH) Kota Banjarbaru.

Menurut petani, pencemaran air sungai itu mulai mempengaruhi kualitas produksi padi di Kelurahan Bangkal. Padahal kelurahan itu merupakan lumbung padi Banjarbaru.

Pantauan BPost, sedimentasi sungai di sekitar persawahan warga yang berdekatan dengan pendulangan intan itu berdampak pada kualitas air sungai. Air sungai terlihat kuning bercampur lumpur tanah galian.

"Ini masih termasuk bening airnya. Ada yang lebih pekat lagi. Lihat saja lumpurnya. Mungkin ini yang memengaruhi sawah kami, pengairannya tidak lancar," ujar Syarkawi, petani yang juga warga setempat saat mengantar rombongan tim identifikasi pertambangan intan rakyat dari Distam LH, Rabu (4/6).

Yani, petani lainnya mengatakan bahwa kondisi demikian langsung berdampak pada hasil panen. Jika dulu, dalam satu borongan (lahan 17x17 meter persegi) petani mendapatkan delapan blek (satu blek sama dengan 25 liter), sekarang hasilnya merosot. "Saya, biasanya 10 borong dapat 85 blek. Sekarang 70 blek saja sudah syukur," kata Yani.

Selain petani, petambak yang memiliki keramba ikan pun mengeluhkan kondisi tersebut. Dulu, di kelurahan itu ada 200 titik keramba ikan yang dikembangkan warga.

Keadaan itu secara ekstrem mematikan mata pencaharian warga setempat yang sempat mengembangkan budidaya ikan sistem keramba. Setidaknya ada sekitar 400 titik mesin sedot pendulangan intan yang beroperasi di tebaran lubang pendulangan. Semuanya terkonsentrasi di pinggiran sungai daerah hulu di kawasan Sungai Tiung sampai Bangkal.

Kepala Distam LH Kota Banjarbaru Burhanudin berjanji akan meneliti lebih detil. Dia mengakui, selama ini pendulangan intan bermesin memang menyalahi aturan dan kaidah pertambangan. "Kami akan membina pendulang di sini," ujarnya. (niz/sar)

Tinggalkan Cara Manual

KERUSAKAN lingkungan di Kecamatan Cempaka terjadi seiring makin gencarnya pertambangan menggunakan mesin penyedot (semi mekanis). Sedangkan penambangan secara manual sudah lama ditinggalkan.

Kabid Pengembangan Wilayah Distam LH Putut Budiono, mengatakan bahwa sampai sekarang terdata 200 pemilik mesin sedot di pendulangan intan. Diakuinya, jumlah itu bisa bertambah karena banyak pendulang intan rakyat meninggalkan pola manual, seperti dengan mencangkul tanah. Kalau menyedot menggunakan mesin, pendulang tinggal menunggu bongkahan tanah yang jatuh setelah disemprot dan disedot. Sedotan terlebih dahulu dinaikkan ke cash box (rumah-rumahan pendulang), yang selanjutnya mengalirkan intan dan logam mulia lainnya seperti emas.

Secara geologis, cara penambangan seperti itu mengancam kekuatan lapisan tanah. Akibat sedotan mesin, tanah menjadi lunak dan mudah longsor. Itulah yang menyebabkan sedimentasi pada sungai, sehingga menimbulkan pencemaran berupa limbah lumpur. (niz/sar)

Anggrek Meratus Terus Dijarah

Senin, 02-06-2008 | 00:40:05

BANJARBARU, BPOST - Penjarahan anggrek di Pegunungan Meratus terus berlangsung. Di Banjarbaru jenis anggrek hutan khas Kalsel itu dibawa dalam jumlah besar oleh pedagang tanaman hias.

Pantauan BPost, pedagang, mengangkutnya dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua maupun mobil pikap. Mereka menawarkan puluhan jenis anggrek itu kepada pecinta pecinta tanaman hias. Harga yang ditawarkan pun bermacam-macam, tergantung jenis dan besarannya.

Rata-rata anggrek-anggrek yang telah berbunga itu dijual antara Rp 20.000 sampai Rp 100.000 per pot. “ Biar agak mahal, saya memang hobi  mengoleksi anggrek Meratus,” ujar Irna  pecinta anggrek.

Para pedagang, menuturkan, mereka mendapatkan anggrek ini dari pengumpul di Hulu Sungai. “Biasanya, kalau musimnya, banyak pasokan dari Banua Anam,”  kata Udin penjual anggrek di Jalan A Yani kilometer 35.

Udin maupun Irna mengaku mengetahui kalau flora yang mereka jualbelikan tersebut dilindungi. Namun karena hobi dan bisnis,mereka mengabaikan aturan tersebut. “Sepanjang pembelinya juga dapat merawat bunga itu, anggrek Meratus kan tetap dapat dilestarikan,”kata pedagang lainnya.

Undang-Undang nomor 05/1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mengatur dan melarang dengan tegas penangkapan, atau kegiatan melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperdagangkan satwa dan tumbuhan yang dilindungi undang-undang dalam keadaan hidup mapun mati.

Kepala BKSDA Kalsel Amir Hamzah K, mengatakan pihaknya memiliki beragam program, mulai membatasi dan memburu pengiriman melalui bandara sampai ke daerah asal bunga, di Pegunungan Meratus.

Namun, pihaknya tetap meminta bantaun pemerintah daerah agar peduli. Sebab hutan Meratus adalah kawasan hutan lindung, sehingga pemerintah kabupaten juga bertanggungjawab menjaga kelestariannya. Termasuk mempertahankan flora dan fauna hutan.

“Pegunungan Meratus itu kan termasuk hutan lindung,”kata Amir. Upaya perlindungan, ungkap Amir juga diharapkan berbasis kemasyarakatan. Masyarakat di sana tetap memiliki tanggung jawab yang sama menjaga lingkungannya agar tetap lestari. (niz)

Sawah Teraliri Sisa Buangan Kolam

Rabu, 28-05-2008 | 00:40:05

•  Tiga Tahun Petani Tak Bisa Tanam

MARTAPURA, BPOST - Pembuatan kolam besar-besaran di sepanjang saluran irigasi di Desa Tungkaran, Martapura, Kabupaten Banjar berdampak pada areal lahan pertanian.

Sejak tiga tahun terakhir, para pemilik lahan persawahan di Desa Tukaran dan sekitarnya seperti Sungai Sipai, Pesayangan dan Kampung Keramat tak bisa bertani. Ratusan hektare lahan pertanian pun menganggur. Para petani memilih meninggalkan profesinya untuk mencari pekerjaan lain.

Informasi yang diperoleh, awalnya pembuatan kolam ikan jumlahnya tidak begitu banyak. Dampaknya pun tidak begitu dirasakan oleh masyarakat karena petani masih bisa berbagi air dengan pemilik kolam.

Namun, bisnis yang cukup menggiurkan di sektor perikanan ini membuat sejumlah pemilik modal berusaha mengembangkan areal untuk kolamnya hingga puluhan hektare, agar mendapatkan keuntungan yang besar.

Kondisi ini membuat masyarakat yang mempunyai lahan dan mengandalkan kehidupan dari sektor pertanian terjepit. Aliran air irigasi yang seharusnya dipergunakan untuk lahan pertanian justru masuk dulu ke kolam-kolam ikan.

Sisa limbah kolam ikan itu dibuang dan masuk ke areal persawahan warga, yang berada di belakang atau di sekitar areal kolam ikan.

Bahkan air sisa kolam itu jumlahnya melimpah sehingga sepanjang tahun lahan pertanian di sana tak bisa ditanami.

Kepala Desa Tungkaran Salmani mengakui, sejak ada tambak ikan sebagian besar lahan pertanian tidak bisa lagi ditanami. Pihaknya telah mengajukan permintaan ke Pemkab Banjar agar membuatkan saluran air khusus untuk petani.

Selama ini, setiap borongan (17x17 meter), areal lahan pertanian di kawasan tersebut setiap kali penen bisa menghasilkan padi antara 12-15 blek. Harga pasaran satu blek mencapai Rp 20 ribu.

Mengenai perizinan pengembangan kolam-kolam yang berdampak pada pertanian, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banjar, Suhadi belum bersedia memberikan keterangan.

"Saya masih berada di Jakarta. Nanti kalau saya pulang saya jelaskan," katanya.(esy)

Sampah Hutan Ganggu Warga

Senin, 19-05-2008 | 01:03:40

BANJARBARU, BPOST - Kesegaran dan keindahan panorama Hutan Pinus di Kawasan Mantaos Banjarbaru, terancam pupus. Wajah hutan kebanggaan masyarakat Kota Idaman-Martapura, kini semakin suram dan terpuruk oleh timbunan sampah di mana-mana.

Ibaratnya, tak lagi seperti tempat pembuangan sementara (TPS) sampah. Malah sudah seperti tempat pembuangan akhir (TPA). Hutan Pinus yang masuk dalam pengelolaan kabupaten Banjar bekerjasama dengan PDAM Intan Banjar ini berubah menjadi hutan sampah.

Puluhan titik timbunan sampah bertebaran di dalam lingkungan hutan sebagaimana di TPA Hutan Panjang, Gunung Kupang Banjarbaru. Sekarang, tak hanya lingkungan dan potensi hutannya yang terancam. Bahkan, ratusan warga yang bermukim di sekelilingnya pun mulai merasakan dampak pencemaran.

Siang malam, indra penciuman mereka dipaksa menerima bau menyengat sampah. Ditambah lagi tebaran lalat sampah yang berseliweran menghinggapi rumah warga dan menebarkan ancaman berbagai bibit penyakit.

Pantauan Metro, Minggu (18/5) siang kemarin, tebaran sampah paling parah berada di deret Jalan Pinus II ujung. Sejumlah pemulung menggunakan gerobak dan sepeda motor, terlihat mengais sampah. Di sana sudah disediakan satu titik TPS dalam bentuk kontainer oleh Distako Banjarbaru sebagai penampungan sampah masyarakat.

Tapi kondisi yang terjadi sampah justru bertebaran di luar TPS. Bahkan tumpukan banyak menjalar di dalam hutan. Selain di titik Pinus II, tumpukan sampah juga mengepung hutan pinus sekitar Kompleks Griya Meranti Asri I dan Kompleks Meranti Griya Asri II.

Titik buangan sampah liar mengepung nyaris di semua titik akses jalan. Jumlah timbunan sampah mencapai puluhan titik. Mulai Jalan Pinus II Ujung, Jalan Komet, Perumahan Pinus Lama, dan Kompleks Maranti Griya Asri.   

Edi (35) warga Jalan Pinus II Ujung, RT4 RWII Kompleks Sumber Indah, yang rumahnya paling dekat dengan titik tumpukan sampah, mengaku seperti sudah habis upaya mengatasi permasalahan sampah ini. Kondisi paling parah diakui sudah berlangsung dua bulan terakhir ini.

“Siang malam bau sampahnya sangat mengganggu. Lalat-lalat sampahnya juga. Sudah dua bulan ini sampahnya semakin banyak,” aku Edi.

Hasil penelusuran, berdasarkan pengakuan warga sekitar, pada waktu-waktu tertentu ada aktivitas pembuangan sampah dengan menggunakan mobil, truk ataupun gerobak-gerobak. Waktunya kebanyakan mengambil tengah malam sampai dinihari.

Dirut PDAM Intan Banjar, Rifqie Basri, ketika dikonfirmasi mengakui, pihaknya banyak mendapat laporan adanya aktivitas pembuangan sampah ilegal oleh mobil, truk ataupun gerobak.

Untuk penanganannya, diakui PDAM masih menunggu surat resmi pengelolaan hutan Pinus dari pemkab Banjar. Namun untuk permasalahan penanganan sampah, PDAM proaktif melayangkan surat ke Distako Banjarbaru.

“Kita saat ini masih menunggu surat resmi pengelolaan Hutan Pinus dari Pemkab Banjar. Tapi untuk penanganan sampah, kita sudah melayangkan surat koordinasi ke Distako Banjarbaru. Rencananya dibuat portal supaya truk, mobil ataupun gerobak tak bisa lagi masuk hutan membuang sampahnya,” ucap Rifqie. (MTB/sar/esy)
Ulah Orang Luar

MAKSUD baik tak selamanya diterima baik. Demi menjaga lingkungan hutan dan pemukiman bebas dari tebaran sampah, Freit Sularso (45), justru berhadapan dengan tekanan dan ancaman dari pihak yang tak suka dengan aksi bersih sampah itu.

“Saya sempat diajak berkelahi oleh orang luar. Ia saya tegur karena sembarangan membuang sampah di lingkungan hutan Pinus kawasan kompleks kami. Tenyata responnya malah marah dan mengajak berkelahi,” ucap ketua RT 4 RW II Komplek Sumber Indah Jalan Pinus Indah II, Mentaos ini.

Perselisihan kecil itu untungnya tak berlanjut. Freit merespon bijak tak melayani emosi orang yang menentangnya. Baginya itu resiko yang mau tak mau harus diterima. Warga kompleks diakui sangat mendukung langkah pembenahan masalah sampah. Bahkan tiap bulan rutin bergotong royong. Namun tidak dengan warga dari luar yang tak mengerti dampak sampah bagi pemukiman sekitarnya.

“Yang penting niat kita baik. Terserah orang menganggapnya bagaimana. Masalah sampah memang menjadi masalah terberat bagi kami yang tinggal sekitar Hutan Pinus. Ada TPS kontainer, tapi orang-orang luar justru membuang sembarangan sampai ke hutan,”ucapnya prihatin.(MTB/sar)

36 Ton Sampah Menumpuk Tiap Hari

Minggu, 27-04-2008 | 00:35:25

•  Lahan TPA Kian Menyempit

BANJARBARU, BPOST - Pesatnya pertumbuhan permukiman dan penduduk di Banjarbaru berdampak signifikan terhadap tingginya produksi sampah rumah tangga dan pasar.

Saat ini armada truk sampah yang dikelola Dinas Tata Kota (Distako) Banjarbaru, setiap hari sedikitnya mengangkut 30 ton sampah dari ratusan TPS ke tempat pembuangan akhir (TPA) Hutan Panjang di kawasan Gunung Kupang, Kelurahan Cempaka, Banjarbaru.

Produksi sampah ini dinyatakan jauh lebih meningkat bila dibanding tahun-tahun sebelumnya yang tak lebih dari separonya.

Akibatnya, lahan TPA (tempat pembuangan akhir) Gunung Kupang, kian menyempit. Dari 10 hektare yang dibuka, saat ini sudah terisi setengahnya atau 5 Ha.

Berdasarkan data Distako Banjarbaru, sedikitnya ada 168 titik TPS yang tersebar dalam bentuk bak kayu, beton dan kontainer. Lokasinya di kompleks perumahan, pinggiran jalan strategis, fasilitas umum, taman kota ataupun pasar.

Sampah di ratusan TPS tersebut diangkut oleh sepuluh dumtruk dan tiga truk bak kontainer ke TPA Gunung Kupang. Di antara truk tersebut ada yang beroperasi dua kali.

"Kalau dihitung, rata-rata sehari 18 kali pengangkutan sampah oleh truk ke TPA," kata Kabid persampahan Distako Banjarbaru Noor Ramlan. Menurutnya, bila dihitung volume sampah yang terangkut ke TPA dalam sehari, satu truk paling sedikit menampung 6 meter kubik atau sekitar 2 ton sampah.

Bila 18 kali pengangkutan, sehari berarti ada 36 ton sampah yang masuk ke TPA. Ramlan memperkirakan, dua tahun ke depan lahan TPA tak bisa lagi menampung sampah. Apalagi TPA tersebut hanya berfungsi sebagai tempat penumpuhan tanpa diolah sehingga tak ada pengurangan. Praktis limbah sampah terus menggunung. (MTB/sar)
Harusnya Diolah

TAK ada pengolahan limbah sampah, membuat sampah di TPA Hutan Panjang Gunung Kupang terus menggunung. TPA ini hanya sebagai tempat penumpukan.

Truk mengambil sampah di TPS, kemudian sampah dibongkar ke TPA. Sampah cuma ditumpuk. Tak ada proses pemisahan sampah anorganik dan organik. Tumpukannya menyatu sehingga tak bisa diolah.

Yunan (35), warga Sungai Ulin Banjarbaru sangat menyesalkan penumpukan tu. "Kenapa tak diolah. Padahal sampah ini bisa jadi potensi pendapatan daerah," kritiknya.

Menurutnya, setidaknya ada dua kerugian bila sampah dibiarkan menumpuk begitu di TPA tanpa ada pengelolaan limbah yang bermanfaat.

Sampah terus menumpuk dan praktis memakan lahan sebagaimana yang terjadi sekarang. Potensi nilai ekonomi sampah juga tak bisa didapat karena tak dikelola serius dengan memisahkan sampah organik dan anorganik.

"Sampah organik bisa dijadikan pupuk kompos. Ini jelas bernilai jual. Plastiknya, bisa didaur ulang. Itu artinya, volume sampah bisa berkurang. Jadi dengan pengolahan limbah, masalah keterbatasan lahan bisa diatasi lagi pula bisa menghasilkan pendapatan bagi daerah," katanya. (MTB/sar)

Waspada Kebakaran Lahan

Senin, 14-04-2008 | 00:55:08

• 17 Titik Panas Kepung Kalsel

Image
TANGKAP IKAN - Dua bocah menangkap ikan di genangan air di areal persawahan Desa Pekauman,
BANJARBARU, BPOST - Cuaca ekstrem yang mulai melanda Kalsel patut diwaspadai. Ancaman kabut asap yang diawali dari kebakaran lahan sudah mulai menunjukkan gejalanya. Terbukti, kemunculan titik panas (hot spot) semakin bertambah sejak akhir Maret lalu.

Satelit National Oceanic Atmospheric Administration Advanced (NOAA) 18 memantau, kemunculan hot spot pada 2008 ini terlihat sejak Januari. Setelah sempat terhenti satu bulan selama Februari, hot spot muncul kembali dan jumlahnya semakin banyak pada Maret.

Data terekam pada Posko pemantauan titik panas di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel dan Dinas Kehutanan Kalsel mencatat setidaknya sudah ada 12 dari 17 titik panas yang tersebar di Kalsel muncul pada minggu ke tiga dan ke empat di bulan Maret. Sementara lima titik panas yang tertangkap satelit terpantau terjadi Januari silam.

Hot spot kebanyakan terdeteksi pada areal penggunaan lain (APL). Di areal ini terpantau ada tujuh titik. Sebaran paling banyak di Banjarmasin.

Setidaknya terdapat empat titik api di Banjarmasin Barat di sekitar kawasan Belitung Selatan. Sementara dua hot spot lainnya berada di Hulu Sungai Selatan (HSS) yakni di kawasan Kecamatan Daha Selatan.

Selain itu juga ditemukan satu hot spot Kotabaru. Selain kawasan APL, hot spot juga ditemukan pada areal hutan produksi konversi (HPK). Kawasan HPK ini terus bertambah jumlah titik apinya pada Maret ini. Tertangkap satelit ada sembilan titik api menyerang HPK di kawasan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HST) sejak 16 Maret sampai 25 Maret lalu.

Kepala BKSDA Kalsel Amir Hamzah Kartawijaya, melalui petugas pemantauan di Posko pemantauan titik panas Fahmy, mengatakan, hot spot kemungkinan muncul di Kabupaten Banjar dan sekitarnya.

“Secara keseluruhan sampai Maret tadi sudah ada 17 hot spot di Kalsel yang terpantau satelit NOAA 18. Kemungkinan bisa bertambah jika kondisi cuaca semakin panas. Daerah paling rawan ialah Kabupaten Banjar dan sekitarnya,” jelasnya. (niz)
Mencapai 34 Derajat

KEPALA Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandara Syamsudin Noor di Banjarbaru, Dwi Agus Priyono mengatakan, saat ini Kalsel tengah mendekati musim pancaroba. Tandanya, cuaca bisa ekstrim yaitu tiba-tiba hujan setelah sebelumnya terik matahari menyengat.

Walau masih ditemukan hujan, suhu udara maksimal di Kalsel sempat mencapai puncaknya. Beruntung, nilai kelembaban udara di daerah ini masih cukup menolong sehingga kemungkinan kebakaran lahan yang meluas sehingga menambah banyak hot spot bisa tertahan.

“Akhir Maret lalu suhu maksimal 34 derajat celsius. Ini cukup berpotensi dan memenuhi syarat terjadinya kebakaran lahan, tapi untung kelembaban di Kalsel cukup rendah masih 48 persen, sehingga hot spot belum sampai memunculkan kabut asap,” kata Agus.

Dari rekaman data terlihat suhu tinggi mulai muncul sejak 18 Maret, 26 Maret sampai 29 Maret. Pada tanggal-tanggal tersebut suhu maksimal 34 derajat. Tidak heran, pada waktu bersamaan seperti data di BKSDA dan Dinas Kehutanan, hot spot terus bertambah.

Kondisi seperti ini ujar Agus akibat posisi matahari menjelang pancaroba yang melewati ekuator. Sementara letak geografis Kalsel relatif dekat dengan ekuator.(niz)

Jembatan Pekauman Jadi Alternatif

Sabtu, 12-04-2008 | 00:35:15

•  Selama Enam Bulan

BANJARBARU, BPOST - Sejumlah pihak meragukan kemampuan Jembatan Pekauman saat terjadi antrean batu bara. Namun, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin tetap memanfaatkan jembatan itu, sementara Jembatan I dan Jembatan II Martapura direhab.

Kendati menyadari kekhawatiran tersebut, menurut gubernur, Jembatan Pekauman satu-satunya alternatif yang bisa dipakai selama rehab jembatan yang sejak 1978 tidak pernah direnovasi itu.

Gubernur memperkirakan, pembangunan Jembatan Martapura I dan II itu sekitar enam bulan ke depan sudah rampung.

"Paling lama enam bulan, jembatan Pekauman dipakai untuk jalur alternatif selama ada rehab. Itu satu-satunya yang bisa dimanfaatkan," tandas Gubernur, ditemui di Banjarbaru, Rabu (9/4).

Disinggung kemungkinan kemacetan panjang dan bakal banyaknya permasalahan yang bisa ditimbulkan, gubernur mengaku sudah memperhitungkannya. Karena itu, ia meminta semua pihak terkait mengatur sebaik-baiknya.

Ia menekankan, agar pihak kepolisian dapat mengatur arus lalu lintas, agar tak terjadi kemacetan yang mengganggu. "Ya, saya minta Polda dan jajarannya bisa mengatur sebaik-baiknya. Itu hanya sementara," imbuhnya.

Gubernur berjanji, waktu pengerjaan tidak akan molor. Sebaliknya, rehab ini dikerjakan secepat mungkin, tanpa mengabaikan kekuatan standar jembatan yang disyaratkan.

Seperti diwartakan, jembatan Martapura I dan II yang saat ini kondisinya kritis. Kemungkinan besar direhab pada Mei mendatang dengan dana dari APBN sebesar Rp 8 miliar.

Selama rehab, pemindahan jalur lalu lintas di Jalan A Yani melalui Jalan Martapura Lama dan melalui Jembatan Pekauman yang kini sudah selesai dikerjakan dengan status tipe B.

Namun, kapasitas Jembatan Pekauman hanya delapan ton. Banyak kalangan meragukan kekuatan jembatan itu jika dilalui truk pengangkut batu bara bermuatan 12 ton. Apalagi kalau terjadi antrean di atas jembatan. (niz)

Distamben Audit Tambang

Senin, 07-04-2008 | 00:50:20

• Amdalnya Tak Kunjung Selesai

BANJARBARU, BPOST - Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kalsel akhirnya melakukan audit tambang intan di areal PT Galuh Cempaka, di Banjarbaru, Maret Lalu.

Sebelumnya, pihak dinas mengakui tidak dapat mengawasi secara maksimal proses pertambangan intan oleh perusahaan itu, dengan alasan terkait izin Kontrak Karya (KK) dari pemerintah pusat,

Seiring ramainya desakan warga sekitar tambang, yang didukung DPRD Kalsel agar Galuh Cempaka memperbiki kerusakan lingkungan, dinas ini pun menyikapinya.

“Kami sudah lakukan audit tambang dan sekarang masih berlangsung. Di sana, kami melihat bagaimana proses penambangan intan yang selama ini terus terang tidak pernah kami ketahui secara rinci,” terang Ali Muzanie, Kadistamben Kalsel.

Pihaknya, ujar Ali membentuk tim khusus, terdiri dari 10 orang ahli pertambangan. Para ahli inilah yang meneliti proses mulai dari lingkungan di areal tambangnya sampai bagaimana intan setelah digali termasuk proses produksinya hingga bernilai mahal.

Tidak hanya pertambangan intan yang diaudit, produksi iringan dari proses pengolahan intan pun turut diteliti. Namun, penelitian ini berbeda dengan Bapedalda. Berulangkali Ali menekankan data yang terkumpul merupakan proses yang akan di olah sebagai upaya mencegah pencemaran lingkungan.

Sedangkan Bapedalda, menurut Ali lebih banyak melihat hasil dari proses penambangan intan. Mantan Kadistam Kabupaten Banjar tersebut tak menampik pengawasan tambang intan masih lemah dan tak terkontrol. Tidak heran, jika kemudian ada tuntutan warga agar menghentikan sementara kegiatan tambang Galuh Cempaka ini.

Manager Tambang PT Galuh Cempaka,  Ary Haryono,  mengelak jika pihaknya saat ini sedang diaudit, kendati mengakui ada tim Distamben Kalsel melihat proses penambangan. “Ya, hanya semacam inspeksi tambang biasa saja lah, bukan audit,” ujarnya.

Menurut Ary, tim diperkenankan memasuki areal  tambang, namun ada sejumlah tempat yang tidak bisa dimasuki seperti diamond house (rumah intan). Tempat itu merupakan proses pemasakan intan mentah. Alasannya, di sana zona steril yang hanya dapat dimasuki ahlinya para pengolah intan.

Mengenai dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) lebih dari enam bulan tak juga selesai, Ary menyatakan, konsultan dari PPLH Unlam menjanjikan pekan ini. (niz)
Pemerintah Tak Berdaya

Manajer Kampanye dan Advokasi Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, Rakhmad Mulyadi,  menyatakan pelanggaran oleh PT Galuh Cempaka, tidak saja merusak lingkungan tetapi juga merongrong wibawa pemerintah daerah.

Kewenangan mengeluarkan izin oleh pemerintah pusat, membuat pemerintah daerah tidak berdaya.

Menurut aktivis yang akrab disapa Abu ini, surat dari Dirjen Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan ESDM RI agar PT Galuh Cempaka diberi kesempatan setahun lagi eksploitasi, menunjukan upaya intervensi kebijakan kepala daerah.

Abu mempertanyakan apakah kedudukan Dirjen setingkat atau sejajar dengan Gubernur. Padahal, kewajiban kepala daerah menjaga dan menyelamatkan masyarakat di daerahnya dari keterancaman hidup.

Jika investasi, terutama investasi luar negeri hanya memberikan kontribusi bencana dan mengancam kehidupan masyarakat yang lebih luas, selayaknya dihentikan. (niz)

Sedimentasi Sungai Jorong Parah

 
Kamis, 03-04-2008 | 00:57:27

• Hanya Bisa Dilewati Tongkang Kecil

PELAIHARI, BPOST - Alur Sungai Asam-Asam di Kecamatan Jorong semakin sulit dilintasi. Kini hanya tongkang kapasitas kecil yang bisa melewatinya. Sedimentasi (pendangkalan) terus berlangsung sporadis dituding sebagai penyebabnya.

“Tongkang batu bara sama sekali tidak bisa lewat di sungai Asam-Asam. Yang masih bisa lewat hanya tongkang kayu bertonase kecil, 20-30 ton,” sebut Direktur Kepelabuhan Perusahaan Daerah Aneka Usaha Manuntung Berseri (PD AUMB) Syarif Rahman.

Namun karena pendangkalan sangat parah, tongkang kapasitas kecil itu pun tak bisa setiap hari melewati Sungai Jorong. Dalam sebulan paling-paling hanya empat kali ketika pasang besar (per 10 hari).

Fakta tersebut jelas merugikan Pemkab Tala, karena kehilangan potensi pendapatan yang potensial. Selama ini mereka memang belum pernah menangguk income dari jasa alur tersebut, menyusul ketidakmampuan pihak ketiga (PT Batu Geni Tala) melakukan pengerukan.

PT Batu Geni memang dipercaya Pemkab Tala melaksanakan pengerukan dan pengelolaan alur sejak 2003 lalu. Namun pekerjaannya tidak berjalan lancar, bahkan akhirnya terhenti total. Hingga sekarang alur tersebut terkatung-katung pengelolaanya.

PD AUMB sebenarnya sangat berminat mengambilalih pengelolaan alur tersebut, dan terus berupaya meyakinkan Pemkab Tala terkait keinginan pengambilalihan alur Asam-Asam.

Bupati H Adriansyah sendiri juga telah lama berencana menunjuk pihak ketiga. Namun sampai sekarang rencana itu belum juga terealisasi.

“Alhamdulillah sudah ada kabar baik. Saya sudah konsultasi dengan Dishub, Asisten II bidang pembangunan, dan Bagian Hukum. Intinya semua mendukung rencana kami dan mengatakan dan tidak ada masalah,” ucap Syarif.

Mengutip penjelasan para pejabat terkait, Syarif mengatakan secara administrasi perjanjian kerjasama antara Pemkab Tala dan PT Batu Geni telah berakhir sejak beberapa tahun silam.

Ini artinya, Pemkab Tala memiliki kewenangan penuh menunjuk pihak ketiga dan PT Batu Geni tidak punya hak menuntut atau keberatan. Syarif lantas memperlihatkan dokumen addendum (perpanjangan waktu pengerukan) yang diberikan Pemkab Tala. Berkas pertama, tertanggal 23 Mei 2002 ditandatangani Bupati HM Danche R Arsa dan adendum kedua tanggal 1 Juni 2004 ditandatangani Bupati H Adriansyah.

Dalam adendum kedua itu tertuang klausul yang menyatakan jika pihak kedua (PT Batu Geni) tidak mampu menyelesaikan pekerjaan pengerukan sesuai batas waktu yang ditetapkan hingga 30 Juni 2005, plus masa toleransi selama 3 bulan, maka pihak pertama (Pemkab Tala) dapat menunjuk investor lain untuk melanjutkan pekerjaan.

Syarif mengatakan pihaknya berharap Pemkab Tala secepatnya menunjuk pihak ketiga. “Dan, kami (PD AUMB) sangat siap Melanjutkan pekerjaan tersebut. Kami bahkan sudah melakukan sounding Januari lalu. Sekarang tinggal mennggu keputusan Pak Bupati.”

Syarif mengatakan sesuai penjelasan pejabat terkait Pemkab Tala, pembahasan lebih intensif terkait rencana penunjukan pihak ketiga akan dilakukan setelah pilkada (27 April). (roy)

1.500 Karyawan Tak Masuk Jamsostek

 
Senin, 31-03-2008 | 00:31:30

KOTABARU, BPOST - Sebanyak 120 perusahaan atau sekitar 30 persen dari 400 perusahaan yang ada di wilayah hukum Kotabaru dan Tanah Bumbu, belum memasukkan karyawannya menjadi peserta PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

Kepala Cabang PT Jamsostek Kotabaru dan Tanah Bumbu, Mahmud, mengatakan, akibatnya, sekitar 15.000 orang karyawan atau 30 persen dari 35.000 karyawan perusahaan di dua kabupaten tersebut kehilangan hak normatifnya, seperti Jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK), jaminan hari tua (JHT), Jaminan kematian (JK) dan jaminan kecelakaan kerja (JKK).

Menurut Mahmud, sebagian besar perusahaan yang belum mengikutsertakan karyawannya menjadi peserta PT Jamsostek itu, perusahaan pertambangan, kontraktor dan industri rumahan.

Sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan, bagi perusahaan yang telah memperkerjakan karyawan sebanyak 10 orang dengan gaji Rp 1 juta, maka perusahaan tersebut wajib mengikutsertakan karyawannya menjadi peserta PT Jamsostek.

"Tetapi jika perusahaan tersebut tidak memenuhi hak normatif karyawannya, sesuai undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang ketenagakerjaan, sanksinya adalah penjara," ujarnya.

Ia menghimbau pada karyawan yang haknya dikebiri, hendaknya ia segera meminta perusahaan tempatnya bekerja mendaftarkan dirinya menjadi peserta PT Jamsostek.

"Hak mendapatkan jaminan kecelakaan, jaminan hari tua, jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja adalah hak normatif yang harus diterima oleh semua karyawan," kata Tatang, Kepala Bidang Pemasaran PT Jamsostek. (ant)

Tuesday, June 17, 2008

Buang Sampah Denda Rp 2,5 Juta

Kamis, 27-03-2008 | 00:21:13

MARTAPURA, BPOST - Upaya Pemkab Banjar menjaga kebersihan kota setelah mendapat penghargaan Adipura dua tahun berturut-turut terus dipertahankan. Bahkan, pemkab tengah menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang kebersihan kota.

Salah satu isi dari perda itu adalah mengenakan denda Rp 2,5 juta atau pidana kurungan tiga bulan kepada pembuang sampah sembarangan.

Bupati Banjar, HG Khairul Saleh mengatakan, perda itu kini sedang digodok di bagian sekretariat daerah Pemkab Banjar. Beberapa pihak juga sedang melakukan sosialisasi mengenai pemberlakuan perda ini kepada masyarakat dan para pedagang di pasar.

"Nanti kawasan pasar harus bersih dari sampah. Barang siapa yang tertangkap tangan membuang sampah sembarangan di pasar akan didenda maksimal Rp 2,5 juta," kata Khairul Saleh.

Menurutnya, perda ini dibuat selain untuk menjaga kota tetap bersih juga untuk menjalankan perintah agama Islam. Menurutnya, sebagai Kota santri, seharusnya Martapura bisa menjadi contoh bagi kebersihan.

Sementara, Sekda Pemkab Banjar, Yusni Anani, mengatakan, perda itu kini sedang digodok. Mengenai kapan pemberlakuan perda ini, hal itu tergantung dari penetapannya bersama dengan Dewan Banjar. Selain itu, agar masyarakat tidak kaget, perda itu juga harus gencar disosialisasikan kepada masyarakat. (sig)

DAS Makin Sempit

Senin, 24-03-2008 | 01:10:12

BANJARBARU, BPOST - Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang melalui sebagian besar daerah di Kalsel semakin sempit sehingga tak mampu menampung luberan air. Kondisi ini menyebabkan banjir saat curah hujan tinggi.

Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Barito di Banjarbaru Eko Kuncoro, mengatakan, selain sempit beberapa DAS di Kalsel alirannya sangat pendek.

Contohnya, DAS Kintap di Kabupaten Tanah Laut (Tala). Di kawasan itu, jika air sungai meluap sampai meluber ke luar DAS.

Menurutnya, bukan tidak mungkin kapasitas penahan air di kawasan ini tak mampu lagi berfungsi maksimal, mengingat luas DAS Kintap ini hanya 74.452,68 hektare. Jika dibandingkan dengan DAS lain seperti di Hulu Sungai yang mencapai 173.970,08.

“Kondisi ini bertambah parah saat air pasang mengiringi banjir akibat guyuran hujan. Membludaknya air akan bertahan lebih lama lagi,” katanya.

Kondisi tersebut kian diperparah dengan morfologi DAS di Kalsel juga Kalteng yang memanjang sehingga tak mampu ditampung pada DAS. Apalagi, tubuh sungai yang dangkal akibat kegiatan non kehutanan semakin parah terjadi.

BP DAS Barito merekomendasikan upaya pencegahan banjir sedari dini dengan reboisasi. Kalau pun ada kegiatan pengambilan kayu, diupayakan agar manajemen pengambilannya lebih riil bisa menyeimbangkan antara keperluan dan produksi pohon yang ada di alam.

Sedangkan, khusus permukiman, kata Eko, solusinya membuat sumur resapan. Sumur ini berguna untuk mengurangi penyebab banjir yang salah satunya diakibatkan banyak beralih fungsinya lahan penyerap air karena berbagai aktivitas pembangunan.

“Sumur resapan yang dibangun di perumahan, setidaknya dapat mengurangi bagian dari luasan lahan yang telah tertutup semen sehingga menghalangi resapan air,” beber Eko. (niz)

DAS Rawan di Kalsel
• DAS Barito
• Sub DAS Negara HSS meliputi :
  Sungai Batang Alai, Tapin, Balangan dan Tabalong
• SUB DAS Martapura  meliputi :
  Riam Kanan dan Riam Kiwa
Sumber : BP DAS Barito di Banjarbaru, 2008

Penambang Kelabui Polisi

Sabtu, 22-03-2008 | 00:30:35

Image
LIBURAN - Sejumlah warga mengelilingi Waduk Riam Kanan menggunakan perahu motor (kelotok), Jumat (21/3). Pada hari libur, biasanya tempat itu selalu ramai dikunjungi warga yang berekreasi. (METRO BANJAR/DONNY SOPHANDI)
•  Beroperasi Sore dan Malam

MARTAPURA, BPOST - Para penambang emas di Desa Sungai Luar dan Bunglai, Kecamatan Aranio Banjar ternyata lebih mahir dari polisi.

Buktinya, para penambang emas yang sudah dilarang beroperasi sejak 14 Februari 2008 lalu, ternyata masih menjalankan aktivitasnya.

Kepolisian, selama ini hanya bisa mengira-ngira bahwa penambangan itu masih berlanjut, tapi tidak bisa membuktikan secara pasti.

Memang, mesin-mesin penggerak tromol untuk menghaluskan tanah dan batu berisi biji emas itu sudah tidak ada di tempat, tapi ternyata tromol itu masih sering beroperasi, terutama bila sore atau malam hari.

Pada siang hari, atau saat ada pemeriksaan oleh aparat, para penambang emas itu menyimpan mesin-mesin penggerak tromol, tapi bila situasi sudah aman, mereka memasang mesin-mesin itu lagi.

Kepala PLTA Riam Kanan, Ir Kardoyo mengatakan, dia masih sering menyaksikan adanya aktivitas penambangan di kawasan hutan lindung yang terletak di tengah waduk Riam Kanan.

Penambangan itu biasanya dilakukan pada sore atau malam hari. Dia juga melihat adanya pengangkutan bahan-bahan tambang itu ke tempat lain di luar area waduk.

"Dari pengamatan kami, penambangan itu masih berlangsung terus. Biasanya dilakukan sore atau malam hari. Mereka juga mendulang emas itu di tempat lain," kata Kardoyo, Jumat (21/3).

Menurutnya, cadangan emas di kawasan itu masih sangat banyak, karena baru beberapa bulan terakhir dieksplorasi. Hingga kini, kata dia, hampir tiap hari masih saja ada pengangkutan bahan-bahan tambang emas itu keluar waduk.

Biasanya, pengangkutan tanah dan batu berisi biji emas itu dilakukan menggunakan sepeda motor melalui jalan setapak yang ada di sekitar kawasan waduk.

Dikatakan, jika penambangan itu tidak dihentikan secara total, dia khawatir akan menyebabkan pendangkalan waduk Riam Kanan terjadi lebih cepat.

Tanpa penambangan emas ilegal itu saja, pendangkalan waduk Riam Kanan sudah setinggi 25 sentimeter per tahun. Pendangkalan dengan cepat itu terjadi sejak tahun 2000 lalu, dan hingga kini telah mencapai 1,5 meter lebih. (sig)

Ikan Air Tawar Menghilang

Minggu, 30-03-2008 | 00:35:25

•  Penyetruman Masih Marak

BARABAI, BPOST - Empat jenis ikan air tawar yaitu Jelawat, Pipih, Adungan, dan Kelabau, sekitar 10 tahun lalu masih mudah ditemukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Maraknya praktik penyetruman membuat jenis ikan ini hampir tak pernah lagi ditemukan.

Begitu pula dengan jenis Haruan, Papuyu, Sepat Siam dan Biawan. Kalaupun masih ditemukan dan dijual oleh pedagang ikan, namun ukurannya sudah tak sebesar dulu lagi. Kalau pun terkadang ada yang jual, harganya mahal.

Beda dengan ikan mas atau nila, yang banyak dibudidayakan, harga kedua jenis ikan ini relatif stabil. Sementara Haruan dan Papuyu harganya berfluktuasi. Padahal, era tahun 90-an semua jenis ikan air tawar harganya relatif murah.

Kepala Bidang Perikanan, Dinas Kehutanan, Peternakan dan Perikanan HST, Suhaimi mengatakan, pihaknya selama ini telah melakukan upaya pelestarian supaya populasi ikan lokal ini tidak punah. Namun akibat maraknya penangkapan ikan dengan cara penyetruman, sulit mengendalikan populasinya.

Efek dari banyaknya penangkapan ikan secara terlarang, populasinya terdesak dan terus berkurang. Imbasnya kenaikan harga ikan di pasaran. Sebagai contoh ikan Haruan yang dulunya berkisar Rp 16 ribuan perkilogram, kni mencapai Rp 40 ribu," ujar Suhaimi.

Sejumlah kegiatan mulai sosialisasi undang-undang 31 tahun 2004 tentang perikanan, pembentukan kelompok-kelompok pengawas perikanan dari unsur masyarakat, restocking (penebaran benih ikan) hingga razia dan patroli rutin terhadap aktivitas penyetruman ternyata masih dihadapkan dengan ulah oknum yang menangkap ikan dengan cara setrum.

Penurunan populasi ikan akibat setrum,untuk jenis Jelawat, Pipih, Adungan, Kelabau, Haruan, Papuyu, Sepat Siam dan Biawan, terus terjadi sejak tahun 1995. Beberapa tersangka penyetruman ikan yang berhasil ditangkap polisi bekerjasama dengan masyarakat, belum memberikan efek jera bagi pelaku lainnya. (yud)

Tuesday, June 10, 2008

“Selamatkan Sungai Kita”

Selasa, 15-04-2008 | 01:15:40

BANJARMASIN, BPOST - Di atas kelotok puluhan peserta Workshop Konservasi yang diselenggarakan oleh Kompas Borneo dari 12-14 april 2008 melakukan orasi dan membentangkan spanduk dengan seruan untuk segera membersihkan sungai.

Mengenakan pakaian serba putih mereka mengajak masyarakat agar turut memperhatiakn sungai yang dinilai sudah kotor dan tercemar.

Aksi damai itu dimulai dari Sungai Pangeran hingga dermaga Pemko Banjarmasin, Senin (14/4). Dari awal pemberangkatan mereka sempat singgah di siring Jalan Jenderal Sudirman, depan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.

Di sana mereka kembali membentangkan spanduk dan berorasi mengajak warta menjaga sungai.

Menurut Anhariansyah, Koordinator Pelaksana, sampai saat ini tidak ada tindakan terhadap orang yang membuang sampah di sungai padahal Perda Sungai sudah disahkan.

Dia menambahkan, banyaknya warga yang membuang sampah di sungai bisa mengakibatkan penyempitan serta banjir yang siap menghadang.

Jika kondisi seperti itu dibiarkan, ucap Anhariansyah, maka akan hilang budaya sungai dan dikhawatirkan terjadi pergeseran nilai-nilai di masyarakat.

“Makanya kami mengimbau masyarakat bisa menjaga sungai dan tidak menjadikannya sebagai tempat membuang sampah,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah juga harus segera melakukan tindakan agar sungai tidak lagi tercemar. Apalagi, sambung dia, saat ini perdanya jelas-jelas sudah ada.

“Sampai saat ini tidak ada tindakan kongkret yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Banjarmasin, jadi buat apa Perda Sungai yang sudah disahkan,” ujarnya.

Menurut dia, dengan adanya aksi ini diharapkan pemerintah proaktif menindak siapapun yang membuang sampah di sungai. (bb)

Buang Limbah Masih Gratis

Sabtu, 29-03-2008 | 01:15:30

• Masyarakat Bisa Manfaatkan IPAL
BANJARMASIN, BPOST- Seorang anak kecil membawa ember bertali. Dilemparnya ember ke sungai, ditarik kembali, lalu airnya diguyurkan ke sekujur tubuh. Berkali-kali dia melakukan itu. Sementara botol, plastik dan sampah busuk mengambang di sekitar rumah bertiang galam dan ulin itu.

Di setiap rumah terlihat jamban sederhana berbentuk kotak dengan jembatan kayu, menyambung ke pintu belakang rumah. Jamban itu tidak beratap, lobang bawah untuk saluran tinja langsung jatuh ke sungai.

Hampir setiap rumah di bantaran sungai melakukan hal yang sama. Sanitasi mereka belum terkontrol dengan baik. Akibatnya, sungai menjadi kotor, melengkapi ratusan kilogram sampah yang dibuang sembarangan ke sungai.

Jika kita menyusuri Sungai Martapura, dari bawah Jembatan Dewi hingga melewati Jembatan Basirih yang dilintasi Jalan Gubernur Subarjo, tampak aktivitas harian penduduk bantaran sungai. Mereka mandi, mencuci, buang air dan aktivitas pribadi lain, langsung di sungai yang ada di belakang rumah.

Pada 22 Maret 2007 lalu, tim riset jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Lambung Mangkurat mengumumkan hasil penelitian cukup mencengangkan.

Akibat sanitasi yang buruk, di Sungai Martapura ditemukan bakteri Escherichia coli (E.coli) sebanyak 1,6 juta sel per 100 ml air.

Jumlah itu sangat banyak, lebihnya dari ambang baku mutu yang disyaratkan untuk air bersih 100 sel/100 mili liter air. Fakta ini sekaligus menunjukkan kualitas air Sungai Martapura cukup mengkhawatirkan.

Sejumlah riset di negara maju menyebutkan, jika keberadaan bakteri ini jauh lebih tinggi dari batas baku mutu air bersih, tidak hanya gangguan pencernaan saja yang terjadi. Gangguan kesehatan yang lebih parah dapat menimpa manusia yang mengkonsumsi.

Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) mungkin masih asing bagi masyarakat. Berbeda dengan sektor industri yang wajib memilikinya.

Pemerintah Kota Banjarmasin membentuk sebuah Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (PD PAL). Dengan adanya PD PAL tersebut diharapkan warga memanfaatkan sarana pengolahan air limbah.

Berdasarkan Perda No 16 Tahun 2006, masyarakat atau badan hukum yang berada di areal pelayanan jaringan air limbah diwajibkan memanfaatkan sarana pengolahan air limbah tersebut. Termasuk mengadakan penyambungan dari sumber air limbah ke jaringan air limbah yang telah disediakan.

Saat ini PD PAL hanya bisa melayani tiga wilayah yang ada di Banjarmasin seperti kawasan Lambung Mangkurat, Kawasan Pekapuran Raya serta kawasan Hasan Basery.

Dari ketiga tempat tersebut sudah terpasang sekitar 904 pelanggan terdiri dari rumah tangga, niaga dan industri. Pelanggan rumah tangga merupakan urutan yang paling banyak.

Direktur PD PAL, Muhidin, mengatakan, jaringan air limbah tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan warga. Demikian pula masyarakat yang sudah tahu untuk mensosialisasikan sehingga pencemaran lingkungan dapat dikurangi. (tim)

Wednesday, June 04, 2008

Nasib kAMPUNG di Tepian Sungai Barito : Hanya Jadi Lintasan Angkutan Batu Bara

 
Selasa, 27-05-2008 | 01:00:15

SUATU sore di Kelurahan Ulu Benteng, Marabahan, Barito Kuala. Terdengar suara anak-anak yang sedang mandi di Sungai Barito sambil bercengkerama diselingi suara ibu-ibu yang mengobrol sambil mencuci.

Tetapi keriuhan ini terhenti sejenak ketika melintas tongkang bermuatan ribuan ton batu bara, asal hulu Sungai Barito. Para ibu dengan cepat mengumpulkan cuciannya di batang. Maklum, kalau terlambat, gelombang air karena tongkang yang lewat ini bisa membuat pakaian hanyut.

Dulu, warga Ulu Benteng hanya ‘diganggu’ gelombang dari kelotok atau speedboat yang lewat. Tapi, dalam 10 tahun terakhir, suara tugboat penarik tongkang dan gelombang air sungai saat kapal-kapal itu lewat sering bersinggungan dengan aktivitas warga.

Adakah dampak negatif bagi warga? Tokoh pemuda di Kelurahan Ulu Benteng, Riduansyah menilai Sungai Barito sudah tak seperti dulu. Terutama saat hujan, guyuran airi menimpa tongkang, otomatis banyak batu bara yang jatuh ke sungai.

"Puluhan tongkang yang lewat setiap hari, membawa material batu bara hingga ke hilir Sungai Barito," kata Riduansyah.

Padahal, Sungai Barito selama ini menjadi sumber mata pencaharian bagi para pencari ikan. Batu bara ini akan mencemari habitatnya.

"Airnya yang telah tercemar limbah batu bara tersebut juga dikonsumsi warga setempat. Mulai dari mandi, mencuci, dan kebutuhan sehari-hari lainnya," ujarnya.

Lebih parah lagi, belum semua warga menikmati air bersih dari PDAM Marabahan. Sebagian masih mengkonsumsi air Sungai Barito sebagai air minum. Dari 17 kecamatan di Bumi Selidah, 13 kecamatan dilintasi Sungai Barito.

Ada delapan perusahaan yang menggunakan Sungai Barito sebagai lalu lintas angkutan batu bara yang melewati Kabupaten Barito Kuala.

Selama ini, warga mendapat bantuan dari perusahaan-perusahaan itu berupa dana Community Develovment (CD). Dari tahun 2004 hingga 2007 kisarannya Rp 600 juta hingga Rp 700 juta.

Kepala Bappeda Batola, Supriyono mengatakan, dana ini disalurkan ke masyarakat melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Belanja Tambahan (ABT).

Wakil Bupati Batola, H Sukardhi mengatakan dampak tak langsung pada masyarakat dari pengangkutan batu bara memang ada. Pemkab Batola akan mengambil beberapa langkah penting. Di antaranya menggagas pertemuan dengan berbagai pihak, terutama dengan pengusaha batu bara.

"Dengan memahami dampak negatif yang ditimbulkannya, diharapkan pengusaha batu bara tidak saja bersedia memberikan kompensasi yang memadai. Kemudian juga segera melakukan kajian guna menekan dampak negatif yang bisa membahayakan kehidupan masyarakat dan ekosistem perairan," kata Sukardhi. (ncu)