Label Cloud

Sunday, October 21, 2007

Ketika Kekayaan Alam Diserahkan kepada Asing Jatiah

Selasa, 4 September 2007
Radar Banjarmasin

SEMUA orang tahu, alam Indonesia sangat kaya. Areal hutannya termasuk paling luas di dunia, tanahnya subur, dan alamnya indah. Indonesia juga adalah negeri yang memiliki potensi kekayaan laut luar biasa. Wilayah perairannya sangat luas; kandungan ikannya diperkirakan mencapai 6,2 juta ton, belum lagi kandungan mutiara, minyak, dan kandungan mineral lainnya; di samping keindahan alam bawah lautan. Dari potensi ikan saja, menurut Menteri Kelautan, bisa didapat devisa lebih dari USD8 miliar setiap tahunnya. Sementara itu, di daratan terdapat berbagai bentuk barang tambang berupa emas, nikel, timah, tembaga, batubara, dan sebagainya.

Akan tetapi, semua orang juga tahu, kini Indonesia terpuruk menjadi negara miskin. Laporan Bank Dunia terbaru tentang 100 juta penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan sangat menyedihkan. Jumlah 100 juta tentu bukan angka yang kecil, sangat besar, karena hampir mendekati setengah dari 220 juta penduduk Indonesia. Jumlah ini 2 kali lipat dari versi Biro Pusat Statistik yang mengklaim penduduk miskin Indonesia “hanya” sekitar 49 juta.

Sebenarnya sejumlah permasalahan yang terjadi tanpa berkesudahan tersebut akibat ketidakjelasan batas-batas kepemilikan. Sesungguhnya kekayaan alam itu adalah milik umum, individu-individu dibolehkan mengambil manfaat dari kekayaan tersebut, namun terlarang memilikinya secara pribadi.

Akan tetapi, negara yang seperti apa yang bisa menerapkan fungsi-fungsi tersebut, apakah mungkin dengan negara kita saat ini yang notabenenya kita ketahui bahwa negara kita adalah sebuah negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang memberikan kebebasan bagi pihak-pihak yang memiliki kekuasaan (kedudukan dan uang) untuk mengelola kekayaan alam yang ada. Sudah terbukti negara kita saat ini telah menjual aset- aset kekayaan alam kita kepada pihak asing dan pihak-pihak tertentu. Jadi, negara yang seperti apa? Sesungguhnya Allah Swt telah menetapkan kepada kaum muslimin bahwa aturan yang harus diterapkan itu dalam seluruh aspek kehidupan tidak terkecuali dalam pengelolaan kekayaan alam hanyalah syari’at Allah.

Saat ini pengelolaan sektor-sektor yang itu memenuhi hajat hidup orang banyak seperti emas, perak, timah, minyak, gas, batubara, dsbnya telah dikuasai oleh asing. Pemerintah telah menyerahkan pengelolaannya kepada perusahaan-perusahaan asing dan keuntungannya pun sebagian besar untuk mereka.

Sudah saatnya kita kembali kepada aturan sang pencipta yang tidak hanya menciptakan manusia dan alam semesta tetapi juga memberikan aturan sehingga manusia menjalani kehidupan ini sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk. Wallahua’lam Bishawab. (*)

Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia

No comments: