Saturday, 09 June 2007 04:24
KANDANGAN, BPOST - Anggrek alam di pegunungan Meratus Kalsel terancam punah. Bunga bernilai ekonomis tinggi ini, kini kian marak dijarah dari hutan kemudian dijualbelikan tanpa ada budidaya secara terpadu.Kepala BKSDA Kalsel, Siswoyo saat ditemui di sela seminar tentang pelestarian anggrek alam Meratus di Kandangan, yang diikuti tokoh adat Dayak dan para penggemar anggrek, Kamis (8/6), mengatakan, saat ini penjarahan anggrek mulai besar-besaran. Hampir tiap malam, dari hutan Meratus di berbagai kabupaten, empat pikap mengangkut anggrek untuk dijualbelikan di perkotaan.
Maraknya penjarahan anggrek dinilai masyarakat akibat masih rendahnya perhatian pihak-pihak terkait terhadap kekayaan alam ini. Arani, Kepala Desa Ulang mengatakan, selama ini masalah penjarahan anggrek terkesan kurang diperhatikan pihak-pihak terkait termasuk para wakil rakyat.
Warga Diimingi Uang
WISATAWAN yang datang melancong ke daerah wisata di Kecamatan Loksado ikut-ikutan mengambil anggrek di pegunungan Meratus. Sembari menikmati keindahan alam, wisatawan sengaja atau tidak, mereka mengambil anggrek alam yang dijumpai di sekitar lokasi wisata.
Asnawi dan Jani dari pusat informasi Mangkuraksa Desa Loklahung, misalnya, saat jaga pos retribusi wisata air terjun Riam Hanai balai adat Malaris, ia berkali-kali menegur wisatawan yang membawag anggrek untuk dibawa pulang.
Karena dalam aturan adat setempat tidak diperbolehkan, anggrek disita dan diletakkan kembali ke tempat wisatawan itu mengambilnya semula.
Dalam hukum adat di Malaris, pencuri anggrek bakal didenda uang dengan nilai sesuai dengan anggrek yang dibawanya mulai Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu.
Penelusuran BPost di beberapa balai adat Loksado Jumat (8/6), warga Dayak mengaku sering didatangi orang luar yang minta mereka mencarikan anggrek gunung di hutan Loksado. Seorang anak kecil di Desa Ulang mengaku, pernah diimingi uang Rp 50 ribu bila mampu mencarikan anggrek tersebut.
Masyarakat setempat juga mengaku kerap dikibuli. Warga dari luar datang ke Loksado meminta masyarakat mencarikan anggrek gunung. Mereka mengaku untuk keperluan sendiri, namun nyatanya untuk dijualbelikan. ary
Karena, saat ini tidak semua masyarakat Dayak paham akan nilai anggrek yang tumbuh alami di hutan. Mereka bahkan kerap membuang atau menendang tanaman itu bila mememukannya. "Ada juga yang menertawakan dan menganggap orang yang membawa anggrek itu seperti membawa rumput liar saja," katanya.
Anggrek, berdasarkan PP Nomor 7 dan 8 tentang pelestarian dan pemanfaatan hutan, dilarang keras diambil sembarangan. Yang boleh diambil, adalah anggrek hasil budidaya bukan tanaman alami.
Untuk mengatasi penjarahan anggrek, menurut Siswoyo, perlu ada kesamaan persepsi antara masyarakat dan pemerintah tentang anggrek. BKSDA berjanji, akan memfasilitasi pelatihan warga adat Meratus untuk belajar budidaya anggrek di Pulau Jawa. Di sana, warga telah mampu melestarikannya
Dalam seminar itu terungkap, Dishut HSS mencatat jumlah spesies bunga anggrek di Loksado sebanyak 52 jenis. Saat ini baru dua wilayah pegunungan Meratus yang peduli akan perlunya pembudidayaan yakni di balai adat Malaris dan Desa Haratai.
Di Malaris terdapat 23 spesies dengan 400 pot bunga. Sementara di Haratai, ada 25 spesies dari 300 pot bunga yang ada. Walaupun ada upaya pembudidayaan, namun tak sebanding dengan maraknya aksi penjarahan sejak awal tahun lalu.
Upaya budidaya oleh masyarakat, saat ini sebatas cara konvensional yakni pemisahan tunas. Di Malaris sudah didirikan green house pembudidayaan anggrek bantuan Dishut HSS namun belum efektif dipakai karena kurang tenaga pembudidaya.
Padahal anggrek Meratus ternyata banyak digemari. Koko dari Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI), mengatakan anggrek Meratus termasuk kualitas bagus di kalangan penggemar anggrek dunia. Diakuinya, dia pernah menawarkan berbagai anggrek Meratus lewat website. Keesokan harinya, ia mendapatkan menerima ratusan permintaan dari berbagai penjuru Indonesia. ary
1 comment:
Tolong jaga dan lestarikan alam hutan Loksado dari penambang-penambang yang hanya menginginkan uang dan harta tanpa memikirkan kerusakan hutan nantinya.
Hutan ini adalah warisan untuk anak cucu kita di masa depan.
Post a Comment