Label Cloud

Sunday, June 17, 2007

RANTAU DINILAI KOTA TERKOTOR Kami Tak Ingin Menyalahkan Siapapun

Friday, 08 June 2007 01:45

Rabu siang dua haru lalu, hujan mengguyur kawasan Pasar Rantau Kabupaten Tapin. Namun pasar itu tetap ramai oleh pengunjung. Aktivitas rutin pasar pun tetap berjalan normal seperti tak terpengaruh guyuran air hujan.

Di halaman pasar, ratusan sepeda motor parkir tak beraturan. Tanah di situ becek. Pemandangan tak menyedapkan itu dilengkapi oleh berserakannya berbagai jenis sampah. Sekilas saja, kita bisa menyimpulkan kawasan itu tampak kumuh.

Pasar basah yang terletak di bantaran Sungai Tapin ini mayoritas diisi pedagang kaki lima dan warung. Bila dilihat dari seberangnya, rupanya budaya masyarakat membuang sampah ke sungai masih belum hilang.

Itu bisa dibuktikan, di tebing sungai, masih ditemui sampah kemasan makanan, kertas, plastik dan botol kecil. Kondisi semrawut seperti di pasar basah ini tak jauh berbeda di bagian pasar yang menjual barang-barang kering. Tempat bongkar muat truk pengangkut barang, tak tertata. Posisinya berjejalan dengan becak, parkir sepeda motor serta bak sampah yang telah penuh.

Kondisi pasar seperti itulah yang ‘mengantarkan’ Rantau sebagai kota terkotor di Kalsel tahun ini. Sementara kota terbersih disabet Martapura disusul Banjarbaru.

Tim Adipura Kabupaten Tapin sebenarnya sudah mempersiapkan diri sejak setahun. Seluruh komponen dinas dan kantor terlibat di dalamnya untuk membenahi berbagai fasilitas umum (fasum). Namun ternyata hasilnya tidak menggembirakan.

Setelah hasilnya terpuruk sebagai kota terkotor, kini Bupati Tapin menginstruksikan tim Adipura melakukan evaluasi. "Kami terima hasil tersebut untuk membenahi segala kekurangan seperti soal kesemrawutan pasar serta TPA dan kami tak ingin menyalahkan siapapun dalam hal ini," kata Syamsul Huda, Ketua Tim Adipura Tapin didampingi Zain Arifin Kabid Lingkungan Hidup Disnakertrans dan LH.

Menurut dia, penertiban pasar merupakan hal dilematis karena terkait hidup orang banyak. Kondisi pasar pun, dia nilai kini tak representatif lagi. Itu jika membandingkan antara jumlah pedagang dengan kapasitas pasar yang ada. Akibatnya sulit bagi Pemkab menatanya karena lahan terbatas.

"Mau dipindah kita berbenturan dengan kepentingan mencari mencari sesuap nasi, begitu juga mengatur lokasi dagangan," katanya.

Dijelaskan, upaya penertiban berupa larangan berjualan sudah seringkali dilakukan namun hasilnya masih belum maksimal. Jika harus melakukan penertiban pedagang kaki lima di malam hari, kata Syamsul, pihaknya terbentur biaya.

Mengenai tong sampah dan armada angkutan sampah, menurutnya, sudah cukup dan berjalan dengan baik. Ia hanya mengeluhkan, tong sampah yang ditempatkan di pasar justru hilang diambil orang tak bertanggung jawab.

Sebelum penilaian Adipura, Syamsul menambahkan, Pemkab Tapin sudah mensosialisasikan budaya hidup bersih. Namun setelah melihat hasilnya seperti itu, katanya, kini semua pihak agar instrospeksi diri. ary


No comments: