Label Cloud

Monday, September 01, 2008

Fly Ash Asam Asam untuk Reklamasi

Selasa, 02-09-2008 | 01:07:04

BANJARMASIN, BPOST - Kementrian Lingkungan Hidup memberi lampu hijau rencana penggunaan limbah debu batu bara (fly ash) PLTU Asam Asam di Kabupaten Tanah Laut sebagai bahan reklamasi lahan tambang. Debu batu bara itu rencananya digunakan untuk menutup lubang-lubang yang tercipta akibat operasional pertambangan.

Kepala Bapedalda Kalsel, Rachmadi Kurdi mengatakan, pihaknya akan melakukan ekspose di Jakarta dalam waktu dekat. Contoh sukses pelaksanaan program ini adalah PT Bukit Asam di Sumatera.
Menurut Kurdi, fly ash tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3). Izin penggunaannya sebagai bahan reklamasi harus dari pusat.
Selama ini setiap harinya PLTU Asam Asam menghasilkan fly ash 10 sampai 20 ton. Padahal, dalam waktu dekat PT PLN Kalselteng berencana membangun pembangkit unit 3 dan 4, tentunya menambah sampah debu yang dihasilkan.
Saat ini ada sekitar 110 ribu ton debu batu bara disimpan di PLTU Asam Asam. Rencananya sampah itu digunakan untuk proyek reklamasi oleh PT Jorong Barutama di lahan tambang mereka.
“Approval belum karena kita akan ekspose di Jakarta dulu. Jadi di situ nanti PT Jorong akan merevisi amdalnya juga karena ada perubahan bahan reklamasinya,” kata Kurdi.
Teknis penimbunan pun akan dikaji. Sebab lubang bekas lahan tambang tidak boleh ditutup dengan debu batu bara murni. Penutupan menggunakan sistem layer atau lapisan tanah subur pada bagian atasnya agar vegetasi dapat hidup di atasnya.
Sementara itu realisasi reklamasi perusahaan pemegang izin PKP2B data tahun 2007, dari 11.323 hektare (ha) jumlah lahan yang sudah dibuka, yang direklamasi 4.426 ha, dan yang ditutup 3.132 ha.
Menurut Kurdi, sesuai ketentuan dari sisi lingkungan daerah terbuka yang tidak ditutup tidak boleh lebih dari 20 persen. Tapi syarat itu saat ini diakuinya belum terpenuhi.
“Upaya kita melalui pengawasan dan minta laporan per triwulan tentang upaya reklamasi dan vegetasi. Tapi masih saja ada yang minta tempo dengan alasan masih ada potensi batubara yang akan digali lagi,” imbuhnya.
Kurdi mencontohkan PT Adaro Indonesia yang meminta tempo perpanjangan penutupan lahan tambangnya di tutupan karena masih ada potensi batubaranya. Padahal kedalaman penggalian sudah melewati ideal. Dari seharusnya kedalaman sekitar 200 meter, kini sudah mencapai 254 meter.
Pemerintah daerah tidak dapat melarang karena izinnya langsung diterbitkan pusat melalui Kementrian LH. Padahal, hal itu mengganggu proses pemulihan kerusakan lingkungan karena reklamasi yang terlambat dan dampak lainnya.
“Inilah yang kita harapkan berubah dengan perubahan UU Minerba. Karena daerah kan yang merasakan dampaknya,” ujarnya.  (nda)

No comments: