Label Cloud

Thursday, September 04, 2008

Tragedi Pendulang Intan, Masih Terbayang Wajah Anang

Jumat, 05-09-2008 | 00:45:04

RASA penyesalan yang begitu dalam menyelimuti Jamhuri (45). Warga Kelurahan Sungai Tiun RT 21, Kecamatan Cempaka ini menyesal karena tidak sempat memperingatkan anak lelakinya agar tidak menambang intan di tempat lain.

Rabu (3/9) malam, salah seorang putrinya datang ke tempatnya menuai padi di Desa Pemakuan, Sungai Tabuk, dengan membawa kabar duka. Satu-satunya anak lelaki Jamhuri itu meninggal dunia.
“Saya kaget Anang meninggal dunia di lokasi penambangan. Pasti ada yang tidak beres,” ujar Jamhuri dengan mimik sedih saat ditemui di rumahnya, Kamis (4/9).
Anang Safwani (17) salah seorang korban musibah longsornya liang tambang intan di Desa Pumpung, Kecamatan Cempaka. Dua orang lainnya yang bernasib sama, Ucil (16) dan Ahdi (25).
Jamhuri menceritakan, sekitar dua minggu lalu dia bertolak ke Desa Pemakuan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar untuk memanen padi miliknya dan milik keluarga. Proses memanen padi diperkirakan sampai sebulan lebih.
Karena itu, Jamhuri harus tinggal di Sungai Tabuk untuk sementara waktu. Rumah dan keluarga di Cempaka ditinggalkan. Begitu juga dengan pekerjaannya sebagai pendulang intan.
Namun karena Anang sedang ngganggur, job mendulang intan dengan ikut Upi, pemilik mesin, dialihtugaskan ke anaknya itu. Sebelum berangkat Jamhuri sempat ragu, Anang akan bertahan bekerja dengan Upi.
“Saya sudah pesan Anang supaya jangan berpindah ke lain bos lagi. Umpati aja Bos Upi. Itu pang yang ku ganang akan selawas di Sungai Tabuk,” tutur Jamhuri.
Alasan Jamhuri, areal tambang di Desa Pumpung telah habis. Sementara areal yang digali Upi adalah arael baru. Dari segi keamanan, areal baru lebih terjamin. Sedangkan jika ikut bos lain takutnya menggali lubang bekas.
Sampai akhirnya, musibah itu terjadi. Liang tambang yang digali Anang Cs runtuh. Anang tidak bisa menyelamatkan diri bersama Acil, dan Ahdi. Ketiganya meninggal dunia, dan proses evakuasi hingga Rabu malam.
“Ternyata benar Anang bepindah ke bos baru. Lubang yang dikerjakan lubang bekas. Tapi mau apa lagi,ini sudah kehendak Allah,”kata Jamhuri pasrah.
Pantauan BPost di lokasi penambangan Pumpung tampak sepi. Tidak terlihat kesibukan seperti hari-hari sebelumnya. Suara mesin penyedot air yang biasanya bising tidak terdengar.
Menurut M Naimi (50) warga setempat hal itu bukan karena para penambang takut akan peristiwa yang terjadi Rabu sore. Melainkan karena kondisi cuaca yang kurang bersahabat.
Berulang kali peristiwa longsornya liang tambang intan tidak membuat warga takut menggeluti aktivitas pendulangan karena pekerjaan itu ‘piring nasi’ mereka di sana. Selain itu kadang para pendulang sering mendapatkan rezeki nomplok ketika penghasilan intan mereka melimpah.
“Kami lebih suka mendulang, karena kalau sekali berbagi hasil bisa Rp 10 juta sampai Rp 40 juta per orang,” ujarnya. Naimi memperkirakan liang pendulangan intan itu sampai kini telah memakan 200 orang lebih korban meninggal dunia. Walau begitu tetap saja mendulang menjadi primadona warga Cempaka.
Camat Cempaka, Subeli mengatakan, pihaknya sudah berulang kali menyosialisasikan bahaya mendulang tapi warga terus mendulang.
“Kita tidak bisa main tutup begitu saja karena itu piring nasi mereka. Upaya kita terus mengajak warga agar beralih profesi demi keselamatan dan menjaga lingkungan agar tidak rusak,” tandas Subeli.(ais)

No comments: