Label Cloud

Friday, February 16, 2007

Penangkapan Ala Kompeni

Selasa, 16 Januari 2007 02:50:05


--------------------------------------------------------------------------------


SRI Bintang Pamungkas, benar-benar sedang menjadi bintang. Paling tidak, penangkapan dirinya oleh polisi justru menaikkan suhu politik, menjelang berlangsungnya demo besar yang digalang tokoh Malari, Hariman Siregar cs, kemarin.

Beruntung hanya semalam menginap di kantor polisi. Tetapi, baru saja dilepas, Sri Bintang rupanya tidak kapok juga. Pendiri Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) ini pun menyatakan bakal memasang kembali 3 baliho ‘Cabut Mandat’ yang sempat disita polisi.

"Baliho yang sekarang ada di Balaikota DKI Jakarta akan saya ambil besok. Tanggal 17 akan saya pasang lagi," kata Sri Bintang, enteng. Ia mengaku akan mengirimkan faksimili permintaan izin pada pihak yang berkompeten untuk pemasangan baliho tersebut.

"Kenapa musti takut, saya baru tahu alasannya itu melangggar Perda, harus ada izin. Tetapi Perda itu bertentangan dengan UU kebebasan berpendapat. Kan yang diwajibkan hanya pemberitahuan, bukan minta izin," ujarnya.

Bintang memang merasa apes. Pada 14 Januari, aktivis tersebut dibawa paksa polisi kala mengawasi pemasangan baliho tendensius bergambar Yudhoyono-Jusuf Kalla. Namun penangkapan itu tak membuatnya kecil nyali. Bahkan di kantor polisi, tokoh penggaung gerakan Golput (golongan putih) dalam pemilu 2004 itu, tetap menolak didata karena dianggap disamakan dengan tersangka kejahatan.

Baginya berurusan dengan aparat pun bukan kali ini terjadi. Saat rezim Orde Baru berjaya, ia pun sempat ditangkap bersama dua fungsional PUDI, Julius Usman dan Saleh Abdullah karena dianggap melakukan tindakan subversi--pasal yang begitu menakutkan kala itu.

"Saya nilai penangkapan itu tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya diatur dalam UU (KUHP). Bahkan, cara-cara yang digunakannya sangat mirip dengan cara-cara licik dan penuh tipu muslihat, model penjajah Belanda di zaman Kompeni, khususnya ketika mereka menangkap Pangeran Diponegoro," katanya, sebagaimana yang ia tuangkan dalam bukunya Menggugat Dakwaan Subversi.

Bintang pun merasakan kegirangannya ketika Soeharto lengser, meski saat itu masih di penjara. Ketika Soeharto benar-benar menyatakan berhenti, maka semua orang dalam sel Bintang bersorak bersama, hampir tak percaya akan apa yang mereka dengar.

"Ruang kecil 6 X 4 di penjara Cipinang itu bergemuruh terasa guncang oleh kaki-kaki yang menghentak lantai dan orang menari-nari menyatakan rasa sukanya," ungkapnya lagi. Kini orde telah berganti, tapi Bintang tetap berjuang.dtc/pwk


--------------------------------------------------------------------------------

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

No comments: