Label Cloud

Sunday, November 12, 2006

"Tabat" di Kawasan Rawan Terbakar Diperbanyak

Senin, 30 Oktober 2006
Palangkaraya, Kompas - Organisasi konservasi lingkungan, WWF-Indonesia, yang merupakan mitra Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Tengah, memperbanyak jumlah tabat pada kanal-kanal kawasan gambut Taman Nasional Sebangau yang mudah terbakar. Tabat adalah bendungan kayu yang dapat membuat kawasan gambut tetap basah dan lembab.

"Kami sudah membuat empat tabat di kanal Sebangau Sanitra Indah, enam di sekitar Sungai Simpang Kiri dan Simpang Kanan," kata Pemimpin Proyek WWF-Indonesia Kalteng Drasospolino, Minggu (29/10).

Tabat mencegah air yang dikandung tanah gambut terkuras ke dalam kanal atau parit. Fungsi tabat dalam mencegah kebakaran gambut sudah terbukti di sekitar kanal Sebangau Sanitra Indah (SSI). Kanal tersebut membentang 24 kilometer dari tepian Sungai Sebangau ke dalam kawasan hutan TN Sebangau.

Tahun lalu, dua tabat dibangun pada kanal SSI Kilometer 1 dan KM 10, yang masuk kawasan Sebangau di Kabupaten Pulang Pisau. Pada Agustus 2005, ketika terjadi kebakaran di kawasan SSI, daerah di sekitar tabat tersebut tidak ikut terbakar.

"Tahun ini kami membangun lagi dua tabat di Kilometer 3,5 dan KM 6. Terbukti gambut di sekitar tabat-tabat tersebut tidak lagi terbakar," ujar Drasospolino.

Ketika mengunjungi TN Sebangau awal bulan ini, Kompas menyaksikan lahan gambut di sekitar tabat SSI sudah ditumbuhi semak dan perdu.

Tahun depan, WWF merencanakan membangun lagi dua tabat untuk menjaga kelembaban gambut di kiri-kanan kanal SSI.

"Biaya pembuatan tabat tergantung ukuran. Tabat di kanal yang lebarnya 1,5 hingga dua meter butuh biaya kurang dari Rp 10 juta. Namun, biaya pembuatan satu unit tabat di kanal SSI yang lebarnya 9 meter butuh sekitar Rp 80 juta," tutur Drasospolino.

Rawan terbakar

Hutan Sebangau luasnya 568.700 hektar dan mencakup tiga kabupaten/kota, yakni Katingan, Pulang Pisau, dan Palangkaraya. Areal hutan itu merupakan ekosistem rawa gambut dengan ketebalan tanah gambut tiga meter hingga 10 m. Saat kering, kawasan itu rawan terbakar.

Di Sebangau terdapat 166 jenis flora, termasuk yang dilindungi seperti ramin (Gonystilus bancanus), jelutung (Dyera costulata), dan belangeran (Shorea belongeran). Selain itu, juga ada 116 jenis burung, 35 jenis mamalia, dan 36 jenis ikan. Juga terdapat sekitar 6.200 orangutan (Pongo pygmaeus), di samping bekantan (Nasalis larvatus) dan bangau tong-tong (Leptoptilus javanicus).

Kalsel

Di Kalimantan Selatan, hujan yang mengguyur sebagian kota dalam beberapa hari terakhir belum mampu mengatasi kabut asap. Pencemaran asap di Banjarmasin dan sekitarnya masih dikategorikan membahayakan kesehatan.

Pada Minggu (29/10) di sekitar jalan penghubung Banjarmasin-Banjarbaru, sejumlah kawasan masih terbakar. Api masih terus membara karena diduga masih ada warga yang membuka lahan seusai berlebaran.

Kabut asap tebal, terutama pada malam dan pagi hari. Jarak pandang di Kecamatan Kertak Hanyar dan Gambut, misalnya, hanya berkisar 100 m hingga 500 m.

Kabut asap juga menyelimuti jalan Trans-Kalimantan poros Kalsel-Kalimantan Timur, terutama terjadi di Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan Hulu Sungai Utara. Asap menebal terutama pada sore hari.

"Biasanya pembakaran untuk membuka ladang ada di dua daerah, yakni di pegunungan oleh peladang, dan rawa lebak oleh petani rawa," ungkap Akhmad Rijali Saidy, staf pengajar Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.(CAS/FUL)

No comments: