Label Cloud

Wednesday, February 20, 2008

Menggali Emas di Waduk Riam Kanan (1) : Parabola Hiasi Rumah Papan Beratap Daun

Sabtu, 16-02-2008 | 00:30:05

EMPAT bulan terakhir, Desa Sungai Luar dan Bunglai Kecamatan Aranio Banjar yang biasanya sangat sepi, tiba-tiba saja berubah menjadi ramai. Perekonomian penduduk di dua desa yang terletak di perbukitan di tengah Waduk Riam Kanan Banjar ini pun menggeliat.

Beberapa parabola tampak menghiasi rumah-rumah penduduk yang terbuat dari papan dan beratap anyaman daun ini. Rata-rata rumah penduduk di desa ini tidak besar, hanya berukuran 4X5 meter persegi atau 5X6 meter persegi saja. Televisinya pun tidak sembarangan, ukurannya banyak yang di atas 21 inchi bermerek terkenal. Padahal, aliran listrik di desa ini masih menggunakan genset.

Tidak hanya itu, beberapa sepeda motor keluaran terbaru juga tampak menghiasi jalanan desa yang masih berupa tanah selebar satu meter itu. Sepeda motor yang kebanyakan masih baru itu, rata-rata tak pernah bersih dari lepotan lumpur. Maklum, kegunaannya bukan untuk mengangkut manusia, tapi untuk mengangkut karung berisi batu dan tanah.

Ya, empat bulan terakhir, dua desa yang dipisahkan oleh bukit dan sungai besar ini memang tengah disibukkan dengan penambangan biji emas. Tidak tanggung-tanggung, meski penambangan di kawasan hutan lindung ini baru saja dimulai, tapi hasilnya sungguh di luar dugaan. Dalam sehari, bisa terkumpul hingga 600 gram emas.

Ada sekitar 500-an orang yang menggantungkan hidupnya dari tambang emas di Desa Sungai Luar dan 750-an orang lagi di Desa Bunglai. Di Desa Sungai Luar ada delapan unit genset untuk mengolah batu berisi biji emas ini, sementara di Desa Bunglai ada sekitar 13 genset. Satu genset biasa menggerakkan 12-14 tromol yang berfungsi sebagai pemecah batu sekaligus mengolahnya menjadi bubur batu.

"Bubur batu itulah yang kemudian dicampur dengan air raksa. Setelah diputar selama setengah jam, baru dituang ke karpet. Di situlah emas-emas itu akan menempel," kata seorang penambang, Budi, yang sebelumnya adalah warga transmigrasi asal Magelang Jawa Tengah.

Batu-batu mengandung biji emas itu lokasinya sekitar 300-500 meter dari bibir sungai. Tempat batu-batu mengandung biji emas itu bernama Maluwau, Damar Ciput, Sarang Tiung dan Munggu Ayunan. Batu-batu itulah yang kemudian diangkut menggunakan sepeda motor dari bukit untuk kemudian digiling dan disaring biji emasnya ke bibir sungai (waduk Riam Kanan).

"Untuk satu karung, biaya ojeknya Rp 15 ribu. Jarak angkut hanya sekitar setengah kilometer saja," kata seorang pengojek di Desa Sungai Luar, Ahmad kepada BPost, Kamis petang (14/2).

Sekali tarik, pengojek mampu membawa tiga hingga empat karung alias seharga Rp 45 ribu hingga Rp 60 ribu. Dalam sehari, mereka bisa bolak-balik hingga puluhan kali.

Meski tergolong mahal, tapi tarif itu dianggap biasa saja. Maklum, di desa ini tidak ada penjual bensin. Untuk mendapatkan bensin, mereka harus pergi naik perahu kelotok selama satu jam dengan tarif Rp 5.000 ke Pelabuhan Tiwingan Lama Aranio. Di pelabuhan ini, mereka biasa membeli bensin seharga Rp 8.500 per liter. (sigit rahmawan abadi)

2 comments:

moh lukman said...

aku moh lukman dari jakarta timur aku mau tuh batu dan pasirnya sisa hasil tailing...aku beli berapa 1 sack? hubungi mlukman di 021-97886940

moh lukman said...

saya mengolah tidak pakai merkuri dan dapat di netralkan kembali setelah di tambah air.....tidak merusak lingkungan....sekitarnya