Label Cloud

Monday, March 26, 2007

Bencana, Kepala Daerah Bisa Dihukum

Minggu, 11 Februari 2007 02:51

* DPR bahas RUU Bencana
* Developer diaudit
* Bojo manik tenggelamkan Jakarta

Jakarta, BPost
Peringatan bagi gubernur, bupati dan walikota seluruh Indonesia. Bila terbukti ikut andil merusak lingkungan secara langsung atau melalui regulasi yang mengakibatkan bencana alam, mereka bisa dipidanakan.

Ancaman hukuman ini termaktub dalam Rancangan Undang Undang Penanggulangan Bencana yang sedang dibahas DPR. Dalam RUU tersebut secara tegas disebutkan, terjadinya bencana lebih dikarenakan regulasi (peraturan) yang lemah dan tidak berpihak pada kelestarian alam.

Karena itu, menurut Wakil Ketua Pansus Tata Ruang DPR, Abdullah Azwar Anaz, berdasar UU (jika sudah disahkan) itu maka semua pihak yang ikut andil dalam perusakan lingkungan bisa terkena pasal pidana.

"Termasuk para kepala pemerintahan seperti gubernur, walikota atau bupati yang menerbitkan regulasi yang mengancam apalagi terbukti merusak lingkungan," tegas Azwar di Jakarta, Sabtu (10/2).

Selama ini sanksi bagi perusak lingkungan hanya bersifat administratif sehingga tidak mempunyai efek jera. "Untuk lamanya hukuman dan besarnya denda, masih kami bahas," ujarnya.

Menyinggung banyaknya pendirian bangunan yang mencaplok kawasan resapan air, Azwar menginformasikan, dalam RUU juga mewajibkan adanya audit terhadap para developer (pengembang). "Ke depan, diberlakukan juga sistem insentif dan dis-insentif. Developer yang patuh tata ruang diberikan insentif, misalnya IMB dan pajak yang lebih ringan," ujarnya.

Dia menilai keberadaan UU Bencana sangat diperlukan karena banyaknya bencana alam yang menerpa negara ini banyak dikarenakan perilaku manusia. "Indonesia adalah negeri bencana. Jadi sangat ironis jika tidak mempunyai UU Bencana. Selama ini hanya ditangani secara case by case dan diselesaikan secara ad hoc. Presiden dan semua fraksi di DPR telah menyepakati UU Bencana ini. Kita tidak ingin banjir yang terjadi di Jakarta terulang kembali," tandasnya.

Ya, banjir di Jakarta dan daerah-daerah penyangganya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi memang sangat memilukan. Data Bakornas menyebutkan jumlah korban meninggal akibat banjir yang melanda tiga provinsi, DKI Jakarta, Banten dan Jabar itu mencapai 80 orang dan pengungsi sekitar 488 ribu orang.

Untuk mencegah terulangnya banjir besar ini, pemerintah pusat menyediakan dana sebesar Rp2,7 triliun yang dianggarkan dalam APBN.

Khusus untuk Jakarta, Wapres Jusuf Kalla juga memerintahkan Gubernur Sutiyoso segera menyelesaikan pembangunan banjir kanal timur dan meninggikan banjir kanal barat. Sedang Gubernur Jabar Danny Setiawan diperintahkan untuk mengawasi pemukiman di Bogor dan Puncak yang saat ini sudah beralih fungsi.

"Tahun depan, Jakarta tidak boleh banjir lagi," tandas Kalla seusai melakukan pertemuan dengan gubernur Jakarta, Jabar dan Banten.

Kalla pun menegaskan tidak sepakat bila warga Jakarta yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung dipaksa pindah. Pemda terlebih dahulu harus menyediakan permukiman sebelum memindahkannya.

"Sebaliknya developer jangan mau untungnya saja, Tetapi risiko tidak mau. Terlalu banyak situ-situ yang beralih fungsi menjadi lahan permukiman. Akibatnya, saat curah hujan tinggi, air tanah yang sudah jenuh tidak mendapat tempat penampungan. Pengembang akhirnya menderita kerugian. Proyek mereka kebanjiran dan harga properti tersebut turun drastis. Ini bukan paksaan, justru bantuan agar harga properti tidak semakin jatuh," tegas Kalla.

Hingga kemarin, bantuan terhadap korban banjir di Jakarta terus mengalir. Namun UNICEF (organisasi di bawah PBB yang mengurusi perlindungan anak) mengritik sumbangan berupa susu bubuk.

"Risikonya dapat menyebabkan infeksi setelah menggunakan susu formula atau bubuk terutama saat kondisi seperti banjir di Jakarta karena air bersih terbatas," kritik dalam pernyataannya seperti dilansir AFP.

Berdasarkan data, penyakit diare meningkat 600 persen terhadap balita yang menerima bantuan susu bubuk saat gempa bumi di Jogjakarta. Dan banjir yang terjadi di Jakarta sejak 2 Februari, menggenangi ratusan ribu rumah warga, termasuk di dalamnya 30 ribu anak balita sebagai korban banjir. "Bantuan itu bisa menimbulkan masalah baru bagi korban terutama pada kalangan anak-anak," tegasnya.

Tenggelam

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mempunyai pendapat sendiri soal banjir di ibukota ini. Mereka menemukan keberadaan formasi bebatuan berumur 2-3 juta tahun yang disebut bojo manik di kawasan Parung Blimbing, Bogor. Jika tidak segera ditanggulangi secapatnya, Jakarta bakalan hilang dari peta dunia.

Dr Robert Delinom, peneliti Puslit Geoteknologi LIPI, mengatakan keberadaan formasi bojo manik yang sangat masif (tidak tembus air) itu membuat aliran air bawah tanah dari Bogor melimpah ke atas permukaan tanah.

"Jadi salah besar kalau Bogor tidak memberikan efek negatif banjir di Jakarta. bojo manik itu menutupi wilayah di sekitar Serpong sampai Cibinong. Kalau tidak segera di atasi, Jakarta bisa tenggelam," tegasnya. JBP/why/ahf/yat/dtc

No comments: