Selasa, 20 Februari 2007 02:15
B. Post/ Opini
Bencana alam terus saja terjadi di negeri ini. Dalam beberapa hari belakangan ini, Jakarta diterjang banjir. Sejumlah rumah penduduk terendam, dan beberapa ruas jalan di ibukota negara ini digenangi air sehingga menambah tinggi biaya transportasi. Terakhir, Kecamatan Windusari, Magelang, Jawa Tengah dilanda tanah longsor dan Jogjakarta diterjang angin puting beliung pada Minggu (18/2). Dikabarkan, seratus lebih warga dua desa di Kecamatan Windusari yang tengah mengikuti kerja bakti, tertimbun tanah longsor. Delapan orang tewas, dua lainnya belum ditemukan.
Sementara Jogjakarta tepatnya Kabupaten Bantuk yang diluluhlantakan gempa bumi berkekuatan besar pada tahun lalu, kembali ditimpa bencana. Pada Minggu (18/2) sore, daerah ini diterjang angin puting beliung hingga memporakporandakan ratusan rumah di beberapa wilayah kota tersebut. Amukan puting beliung ini juga memutus jaringan telepon dan mematikan aliran listrik. Membuat Kota Gudeg itu gelap gulita, Juga, ratusan pohon tumbang menyebabkan akses jalan terputus. Sebuah pohon beringin raksasa berusia puluhan tahun roboh dan melintang di jalan. Sebuah pemandangan yang benar-benar mengenaskan. Untungnya, petaka puting beliung yang melanda Jogjakarta ini tidak meminta korban jiwa. Meski demikian, kerugian material yang ditimbulkannya jelas sangat besar.
Di hari yang sama dan pada yang bersamaan, angin puting beliung juga mengamuk di Kota Depok, Jawa Barat. Sedikitnya tujuh rumah di Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji, rusak dan satu korban patah tulang. Angin kencang itu disertai hujan deras yang turun sejak Sabtu.
Semua petaka yang berkaitan dengan alam ini terjadi di saat memasuki musim penghujan. Sedangkan puncaknya diperkirakan pada Maret-April mendatang. Artinya, hingga pada puncak musim penghujan, angin kencang disertai hujan deras masih akan terus terjadi di negeri ini. Bahkan, sebagaimana dikatakan Irman Sonjaya, forecaster Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi dan Geofisika (Staklim BMG) Kelas I Banjarbaru, Kalsel juga masih akan diguyur hujan disertai angin kencang dan petir. Untuk itu, warga diminta mewaspadai ancaman angin puting beliung. Pasalnya, kata Irman, pola angin yang melewati Kalsel memiliki kontribusi memunculkan serangan angin besar dengan gerak cepat.
Selain angin kencang dan petir, banjir masih mengancam sejumlah wilayah di Kalsel. Sebagaimana dikatakan Kepala Bapedalda Kalsel, Rachmadi Kurdi, hal ini dikarenakan semakin kecilnya hutan resapan air. Di samping itu, lima daerah aliran sungai (DAS) dari 13 DAS yang ada di daerah ini dalam kondisi kritis yang membuat beberapa daerah di provinsi ini diancam banjir besar selama musim penghujan.
Harus diakui, penyebab utama bencana alam yang melanda negeri ini adalah ulah manusia sendiri. Kita, manusia, memperlakukan alam secara tidak bijak. Hutan yang menjadi tangkapan dan resapan air, musnah dibabat habis untuk kepentingan dan keuntungan sesaat tanpa mempedulikan akibatnya dan masa depan. Manusia memperlakukan alam secara semena-mena, sehingga menimbulkan kerusakan di mana-mana.
Sebenarnya, Tuhan telah mengisyaratkan hal ini dalam Alquran yang menyebutkan, kerusakan di muka bumi dan laut adalah akibat tangan manusia.
Negeri kita ini, awalnya terkenal memiliki banyak hutan tropis dan sebagai paru-paru dunia. Tapi kini apa yang terjadi. Hutan itu musnah dari hari ke hari, karena pohonnya dibabat habis. Kalau pun ada usaha untuk menanam kembali, tapi tidak seimbang dengan yang ditebang. Akibatnya, kita sendiri yang merasakannya. Banjir di mana-mana dan angin puting beliung menerjang semua benda yang dilewatinya, karena hutan sebagai resapan air dan penghalang kencangnya angin dimusnahkan.
Selama ini, alam selalu disalahkan setiap terjadi musibah yang berkaitan dengannya. Padahal, alam telah memberikan kesejahteraan dan segalanya kepada manusia. Tapi, manusianya yang tidak pernah berterimakasih kepada alam dengan memperlakukannya secara sewenang-wenang. Jadi, jangan salahkan alam kalau tidak mau lagi bersahabat dengan manusia.
No comments:
Post a Comment