Senin, 23 April 2007
Radar Banjarmasin
Oleh: HE Benyamine*
KEGIATAN manusia terhadap biosfer sangat mengkhawatirkan, namun kepedulian bersama untuk masa depan planet ini dapat membimbing umat manusia guna menghadapi bahaya masa depan. Dalam sepucuk surat yang dimuat dalam website Earth Day, Senator Gaylord Nelson menulis, “Rakyat prihatin, tetapi para politikus tidak” sebagai bentuk keprihatinannya tentang masalah lingkungan yang tidak menjadi isu dalam dunia politik Amerika. Menurutnya, Hari Bumi sebagai demonstrasi akar rumput di seluruh Amerika atas nama lingkungan. Dalam peringatan pertama tahun 1970, lebih dari 20 juta rakyat Amerika ikut serta dalam berbagai demonstrasi dan kegiatan lainnya. Mereka menuntut agar para pemimpin di seluruh dunia bertindak sesuai dengan gerakan lingkungan. Mereka menyatakan protes terhadap para pemimpin yang sama sekali tidak memperhatikan faktor lingkungan dalam pembangunan. Hari itu kemudian menjadi momentum peringatan hari Bumi di seluruh dunia.
Perjuangan Gaylord Nelson dimulai sekitar 7 tahun sebelum Hari Bumi pertama. Demonstrasi anti perang Vietnam memberinya inspirasi yang memberinya ide untuk melakukan hal yang sama dalam kampanye lingkungan. Ia memilih kalangan akar rumput (grassroot) dalam melakukan aksi protes terhadap kerusakan lingkungan. Pada September 1969, Gaylord Nelson mengumumkan akan mengadakan demonstrasi secara nasional pada musim semi 1970 atas nama lingkungan dan setiap orang diundang untuk berpartisipasi. Warga Amerika akhirnya menemukan sebuah forum untuk mengungkapkan kepeduliannya atas penurunan kualitas tanah, sungai, danau, dan udara di lingkungan mereka. Sejak saat itu gerakan lingkungan di seluruh dunia mulai bergulir, termasuk di Indonesia. Seluruh umat manusia harus sadar, bumi yang satu harus tetap dipelihara karena ilmu pengetahuan dan teknologi akan memusnahkan kehidupan dan alam apabila manusia tidak sadar akan pelestarian alam.
Dalam rangka Hari Bumi 2007, UNEP mengkampanyekan penanaman pohon di seluruh dunia yang disebut Plant for the Planet: Billion Tree Campaign. Tujuannya adalah menanam pohon di seluruh dunia paling sedikit 1 miliar pohon selama tahun 2007. Ide kampanye ini terinspirasi dari Professor Wangari Maathai, penerima Nobel Perdamaian 2004 dan pendiri Kenya’s Green Belt Movement, yang telah menanam pohon lebih dari 30 juta pohon di 12 negara Afrika sejak tahun 1977. Ketika meminta pendapat Professor Maathai tentang rencana untuk menanam 1 juta pohon, ia memberikan respon, “That’s great, but what we really need is to plant a billion trees.”
Melalui kampanye ini diharapkan dapat mendorong setiap orang, komunitas, organisasi, kalangan bisnis dan industri, civil society dan pemerintah untuk menanam pohon, sebagai suatu tekad atau janji dan kemudian memasukan janji tersebut pada website yang telah disediakan. Janji menanam pohon tersebut dari hanya menanam satu pohon sampai beberapa juta pohon. Kampanye ini sangat mendorong untuk menanam pohon-pohon lokal (indigenous trees) dan pohon-pohon yang cocok dengan lingkungan lokal.
Memicu Bencana
Temuan Dewan Riset Daerah, tambang batu bara di Kalsel tidak hanya merusak lingkungan dan mengancam kesehatan namun juga memicu terjadinya bencana, salah satunya banjir. Daerah yang mengalami banjir mempunyai lahan kritis yang sangat luas, seperti Kabupaten Banjar (25,70 persen), Kabupaten Kotabaru (10,65 persen), dan Kabupaten Tanah Bumbu (9,97 persen). Adapun lahan kritis tersebut berada di luar dan di dalam kawasan hutan yang disebabkan oleh pembalakan baik legal maupun ilegal dan kegiatan lainnya. Lahan kritis tersebut semakin amburadul dengan beroperasinya aktivitas tambang, yang memicu terjadinya banjir yang lebih parah dan luas. Belum lagi termasuk kabupaten lainnya, yang juga mempunyai lahan kritis yang tidak sedikit dan aktivitas tambang yang juga semakin membuat lahan semakin kritis.
Sebuah Warning to Humanity diterbitkan pada tahun 1992 oleh 1.575 ilmuwan terkemuka yang berasal dari 69 negara, termasuk penerima hadiah Nobel, menyatakan, umat manusia dan alam berada pada arah yang bertabrakan. Kegiatan manusia mengakibatkan kerusakan besar pada lingkungan dan sumberdaya yang sangat penting, yang sebagiannya tidak dapat dipulihkan. Kegiatan tersebut menempatkan masa depan pada keadaan yang sangat berisiko, sehingga tidak dapat lagi mendukung kehidupan menurut cara yang kita kenal. Kegiatan manusia mengakibatkan kerusakan besar pada lingkungan dan sumber daya yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan selanjutnya. Hal ini sudah tergambar dari semakin meningkatnya lahan kritis di Kalsel, yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Di samping itu, masih belum nampak bagaimana mengatasinya, karena memang memerlukan tindakan yang spektakuler atas dasar kepedulian bersama. Bencana tidak mengenal siapa yang membuat kerusakan, ia datang melibas semua seoalah tidak mau memilah siapa yang telah memicu kedatangannya.
Sebelumnya, Barbara Ward dan Rene Dubos (1973:47) dalam bukunya Only One Earth menyatakan, the two worlds of man, antara dunia biosfer yang merupakan warisannya (the biosphere of his inheritance) dan dunia teknosfer sebagai ciptaan manusia (the technosphere of his creation) sudah tidak seimbang, bahkan sangat potensial terjadi konflik yang sangat dalam, dan manusia berada ditengahnya. Masa depan kita terbuka ke arah suatu krisis yang lebih mendadak, lebih mengglobal, lebih tak terelakkan dan lebih membingungkan dari pada apapun yang dijumpai oleh umat manusia. Dulu di Kalsel, mungkin kita tidak pernah terbayangkan akan dengan mudah menemukan lubang-lubang yang sangat besar seperti kawah raksasa bekas tambang batu bara yang ditinggalkan begitu saja, sehingga bentang alam yang dulunya terlihat kokoh menjadi terkapar oleh tindakan pembalakan hutan dan kemudian menjadi porak-poranda oleh alat-alat berat pertambangan. Berantakannya bentang alam memang dapat memicu terjadinya bencana, yang bisa datang dengan tiba-tiba dan tak terelakkan.
Menanam Pohon
Kampanye untuk menanam pohon sudah seharusnya memberikan motivasi bagi bangkitnya kepedulian bersama terhadap lingkungan. Menanam pohon sangat gampang, semua orang sebenarnya bisa melakukannya. The Plant for the Planet: Billion Tree Campaign mendorong penanaman pohon di area, yakni: (1) hutan alami yang terdegradasi dan hutan belantara, (2) perdesaan dan pertanian, (3) perkebunan, dan (4) lingkungan perkotaan. Banyaknya lahan kritis menghendaki tindakan bersama untuk mengatasinya, luasannya sudah dapat diperkirakan lebih tepat, sehingga yang diperlukan adalah tindakan nyata semua pihak, sebagaimana tindakan perladangan berpindah dalam memulihkan lahan yang akan mereka tinggalkan.
Perladangan berpindah tidak pernah meninggalkan lahan ladang yang sudah tidak digunakan lagi untuk berladang begitu saja, tapi mereka meninggalkan lahan ladang tersebut dengan menanami beragam jenis pohon, terutama pohon-pohon lokal (indigenous trees). Perladangan berpindah dapat digambarkan sebagaimana ungkapan penyair Cina (500 BC) berikut, “If you are thinking a year ahead, sow a seed. If you are thinking ten years ahead, plant a tree.” Kearifan masyarakat pelaku perladangan berpindah terhadap alam adalah tindakan yang menyeimbangkan antara biosfer dengan teknosfer.
Jadi, Hari Bumi 2007 mengajak semua pihak di seluruh dunia terlibat secara bersama-sama untuk menanam pohon, karena menanam pohon itu gampang. Untuk memperoleh bibit pohon juga gampang, karena buah-buahan yang kita makan, bijinya mudah tumbuh, seperti rambutan, langsat, durian, mangga, kasturi, dll. Begitu juga jenis pohon yang buahnya tidak dimakan oleh manusia, seperti bungur, flamboyan, ketapang, dll. Bagi masyarakat urban, pohon dapat ditanam di setiap jalan, pemakaman, taman kota, taman perumahan, sekolah, tempat ibadah, dan tempat lainnya. Pohon di perkotaan mampu menyediakan jasa, seperti penyerapan carbon (carbon sequestration), pelindung (shade), dan pemandangan indah dan teduh (beautification).***
*) Alumni SMAN I Rantau