Sabtu, 10 November 2007
Radar Banjarmasin
BANJARMASIN – Berlimpahnya sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Kalsel, rupanya tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Buktinya, kasus gizi buruk masih menjadi ancaman serius yang belum dapat dituntaskan pemerintah daerah. Saat ini, jumlah kasus gizi buruk di Kalsel menempati urutan ke 25 dari 33 provinsi di Indonesia.
Fakta memprihatinkan ini diungkapkan Wakil Kepala Dinas Kesehatan Kalsel Dr Asyikin Noor dalam jumpa pers seputar persiapan menyambut Hari Kesehatan Nasional (HKN) di Aula Dinkes Kalsel (Kamis 8/11). “Kasus gizi buruk di Kalsel menempati urutan 25 dari 33 provinsi di Indonesia,” ungkap Asyikin Noor yang saat itu didampingi Kasubdin Promosi Kesehatan Hj Suciati Mkes.
Hanya saja, papar mantan Kepala RSUD Ansyari Saleh ini, tren jumlah kasusnya setiap tahun terus mengalami penurunan.
Untuk terus menekan jumlah penderita gizi buruk, Asyikin melempar wacana semisal para pengusaha batubara memberikan bantuan dana yang peruntukannya menunjang program kesehatan di Kalsel. “Kami mengharapkan kepedulian para pengusaha batubara menyisihkan sedikit pendapatan untuk program kesehatan masyarakat,” katanya.
Menurut Asyikin, kesehatan bukan hanya dibebankan kepada pemerintah saja, tapi juga pelaku usaha dan masyarakat.
Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh koran ini di Dinkes Kalsel, sepanjang tahun 2007 (Januari-November) jumlah penderita gizi buruk di Kalsel sebanyak 87 kasus. Dari jumlah tersebut, 9 anak meninggal dunia akibat gizi buruk. Rinciannya, di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) sebanyak 3 orang, di Banjarmasin 2 orang, sisanya di Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), dan Kotabaru masing-masing 1 orang meninggal dunia.
Kasubdin Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Masyarakat Sukamto membandingkan, terjadi penurunan kasus yang signifikan dari sebelumnya. Karena pada tahun lalu jumlah kasus sebanyak 250, dan 21 diantaranya meninggal dunia. Ia menjabarkan, kasus gizi buruk tak hanya terjadi di Kalsel, tapi di seluruh daerah di Indonesia. “Semua provinsi di Indonesia ada kasus gizi buruk,” kata Sukamto.
Faktor yang menyebabkan terjadinya kasus gizi buruk, paparnya, adalah ketidaktahuan masyarakat dan masalah ekonomi. Selain itu, gizi buruk juga bisa disebabkan komplikasi penyakit sehingga selera makan pasien menurun, yang akhirnya kekurangan gizi.
Menurutnya, pemerintah pusat terus berupaya menekan jumlah kasus gizi buruk yang terjadi di Indonesia, diantaranya mengalokasikan anggaran untuk pengadaan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI).(sga)
No comments:
Post a Comment