Rabu, 28 Maret 2007 01:26
Sebenarnya banjir bukan persoalan gejala alam semata, namun lebih diakibatkan oleh perilaku manusia yang kurang sadar pada pentingnya menjaga lingkungan.
Oleh: Agung Nugroho
Mahasiswa S2 UIN Sunan Kalijaga asal Banjarmasin
Awal 2007 merupakan masa sulit bagi negeri ini. Berbagai ujian (bencana) datang silih berganti begitu cepatnya. Diawali dengan kecelakaan pesawat Adam Air yang dianggap terlalu berani menentang alam sampai bencana seperti tanah longsor, gempa bumi dan banjir yang menimpa sejumlah daerah di Indonesia, termasuk banua kita.
Bencana banjir yang menimpa daerah ini misalnya, merupakan fenomena yang tidak asing lagi bagi kita. Ia bahkan sudah menjelma sebagai tamu abadi, yang menyambangi tiap tahun. Sebenarnya banjir bukan persoalan gejala alam semata. Banjir yang merendam sebagian besar daerah ini, lebih diakibatkan oleh tingkah laku kita yang kurang disiplin dalam menjaga keteraturan alam.
Banjir yang akhir-akhir ini menimpa banua kita, seperti di Amuntai (HSU) dan Kabupaten Banjar serta tempat lainnya, mengisyaratkan alam kita sudah benar-benar terbebani dan rusak akibat dari tindakan kita yang tidak henti-hentinya ‘menelanjangi’ alam ini. Padahal alam juga makhluk yang harus kita jaga dan rawat, layaknya kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya.
Namun sangat ironis. Betapa banjir yang memakan korban tidak sedikit, ternyata belum mampu menyadarkan kita untuk tidak melakukan ‘pemerkosaan’ terhadap alam. Sampai saat ini alam tak henti-hentinya dieksploitasi untuk kepentingan tertentu yang berkedok kesejahteraan. Dengan dalih kepentingan rakyat, hutan dan sungai dijadikan sasaran empuk untuk mengeruk kekayaan. Alhasil bukan kesejahteraan yang didapat, tetapi kesengsaraan dan penderitaan yang datang menyapa.
Padahal jauh-jauh hari Alquran memperingatkan manusia bahwa kerusakan di muka bumi, sebagian besar diakibatkan oleh ulah tangan kita sendiri (lihat QS Ar-Rum: 41). Tetapi, peringatan ini ternyata belum ‘membangunkan’ kita untuk tidak membuat pengrusakan terhadap alam. Sepertinya peringatan yang tertulis dalam Alquran dijadikan wacana semata, tanpa mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini dapat dikatakan, konsep Islam dan lingkungan hidup (LH) belum serius kita laksanakan sebagai bagian penting dalam dakwah islamiyah. LH yang semakin rusak, menunjukkan kita gagal mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi untuk memelihara dan melestarikan LH.
Selain agama, pendidikan berbasis lingkungan juga sangat berperan dalam mencegah eksploitasi tiada henti terhadap alam yang dilakukan manusia. Dalam konteks ini, pendidikan berbasis lingkungan bertujuan membentuk manusia yang sadar betapa pentingnya memelihara lingkungan, khususnya pemuda sebagai generasi masa depan.
Dengan demikian, melalui pendidikan lingkungan diharapkan tercipta SDM yang memiliki kecerdasan dalam memahami pengelolaan LH. Alih kata, pendidikan berbasiskan lingkungan bertujuan membentuk insan yang cinta dan peduli terhadap lingkungan dengan segala permasalahan yang berkaitan dengannya. Serta menciptakan masyarakat yang memiliki pengetahuan, tingkah laku, tanggungjawab dan komitmen untuk bekerjasama baik secara individu maupun kolektif dalam menjaga lingkungan.
Terkait implementasi pendidikan berbasiskan LH di sekolah, ada dua langkah penting yang perlu diupayakan. Pertama, perlunya pendidikan berwawasan lingkungan dimasukkan dalam kurikulum sekolah sebagai mata pelajaran wajib. Hal ini tentunya berdasarkan realitas, di mana selama ini belum ada mata pelajaran yang secara khusus mengajarkan kepada peserta didik tentang pendidikan lingkungan. Jadi tidak heran jika kebanyakan generasi muda sekarang terkesan cuek bahkan bisa dikatakan sombong terhadap lingkungan. Mereka lebih tertarik untuk mengikuti gaya hidup, daripada memperhatikan lingkungan tempat mereka tinggal.
Kedua, menyisipkan materi LH dalam setiap mata pelajaran. Misalnya, mata pelajaran IPS dan IPA disisipi dengan materi pendidikan berwawasan lingkungan di mana peserta didik tinggal. Langkah ini didasarkan pada kenyataan yang terjadi selama ini. Pelajaran seperti IPA yang diajarkan di sekolah lebih mementingkan pengetahuan tentang keindonesiaan atau dunia daripada daerah tempat peserta didik tinggal. Walhasil, peserta didik semakin jauh dari realitasnya dan gagap terhadap potensi daerahnya sendiri.
Sedangkan implementasi pendidikan lingkungan untuk masyarakat secara umum, pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan setempat. Dalam hal ini, pemda setempat dapat melakukan penyuluhan atau sosialisasi tentang pentingnya pemeliharaan lingkungan secara tersistem dan terkoordinasi.
Eksploitasi terhadap sumberdaya alam secara besar-besaran tanpa memperhatikan aspek kelestariaannya, hanya akan membawa kita pada keterpurukan. Untuk itu melalui pendidikan berbasis lingkungan, mari kita bangun rasa cinta terhadap lingkungan. Walluhu A’lam.
e-mail: nugroho_cs@yahoo.com
No comments:
Post a Comment