Label Cloud

Wednesday, April 04, 2007

Biogas, Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Sabtu, 31 Maret 2007 03:40

Oleh:
Robert Sibarani
Mahasiswa FMIPA Unlam

Perlahan-lahan pemikiran manusia memasuki tingkat luar biasa di akhir abad 20. Hal ini terbukti dengan adanya teknologi tinggi yang bermunculan untuk mengelola SDA. Namun demikian, kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan masih sulit ditingkatkan terutama di negara berkembang. Lebih-lebih di kota besar yang hampir setiap tahun dilanda banjir akibat parit tersumbat oleh sampah organik.

Juga kotoran ternak yang mencemari lingkungan. Kotoran ternak bukan hanya sebagai media penyebaran penyakit yang mencekam kehidupan keluarga peternak, melainkan sumber bau yang dapat mengganggu masyarakat di sekitarnya.

Sampah organik dan kotoran ternak membuat lingkungan di sekitarnya kurang menyenangkan juga mengganggu pemandangan dan keindahan serta bau yang ditimbulkannya. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah memanfaatkan sampah organik dan kotoran ternak sebagai SDA, menjadi bahan bakar biogas.

Biogas adalah bahan bakar yang dihasilkan dari penguraian sampah organik dan kotoran ternak oleh mikroba secara anaerob. Hasil penguraiannya berupa campuran gas metana, karbon dioksida, nitrogen, oksigen, propana, hidrogen sulfida (H2S) dan lain-lain. Biogas merupakan salah satu energi alternatif yang dapat digunakan untuk menanggulangi kekurangan minyak bumi.

Pemikiran itu didasarkan atas pertimbangan, nilai kalori yang dihasilkan biogas cukup tinggi. Blot (1976) menyebutkan, nilai kalori biogas per meter kubik mencapai 17 persen lebih tinggi dari bensin. Nilai kalori gas metana murni adalah 8.900 kilokalori per meter kubik, atau sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batu bara, maupun bahan lain yang berasal dari fosil. Di samping itu, biogas merupakan SDA yang dapat diperbaharui dan proses pembuatannya relatif mudah serta bahan bakunya melimpah.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pemprosesan biogas, menurut Borda (1990), biaya pengolahan relatif murah jika dibandingkan dengan bahan bakar minyak dan sisa pemprosesannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk pertanian. Biogas dapat dipergunakan dengan cara sama seperti gas lain yang mudah terbakar. Pembakaran biogas dilakukan dengan mencampurnya sebagian oksigen (O2).

Proses pembakaran biogas yang menghasilkan bau tidak enak dan beracun (akibat lepasnya H2S) dapat diatasi dengan pemurnian biogas. Salah satunya, dengan cara absorpsi (penghilangan) H2S secara kimia. Beberapa literatur memperkenalkan metode untuk menghilangkan H2S dari biogas, namun banyak yang menghilangkannya dalam bentuk gas. Jadi biogas yang didapat murni, tetapi di udara bebas gas H2S nya bertambah. Oleh karena itu H2S perlu diubah sebelum dibuang ke alam bebas. Salah satu caranya, mengubah gas H2S menjadi residu padat S dengan menggunakan larutan katalis kelat Fe-EDTA pada kolom adsorben.

Dalam Kolom absorben H2S diabsorpsi dan diubah dalam bentuk S menurut persamaan satu sampai empat. Pada tangki separator dilakukan pemisahan partikel kecil dari bentuk Sulfur (S). Aliran yang keluar disaring berupa larutan Fe2+/EDTA, kemudian diubah dalam bentuk Fe+3/EDTA dalam kolom udara pendidihaan (Regenerator). Jadi biogas yang dihasilkan bebas dari gas H2S.

Dengan menggunakan perlakuan seperti ini, biogas dapat dipergunakan sebagai bahan bakar alternatif aman dan ramah lingkungan serta merupakan SDA yang dapat diperbaharui. Kalau ada yang menguntungkan, kenapa kita tidak dilakukan?

e-mail: chemistryrobert_borneo@yahoo.com

No comments: