Rabu, 11 Oktober 2006 01:25:21
Berharap Awan Hitam Terbang Tinggi
Munculnya kabut asap akibat pembakaran lahan dan hutan sungguh memprihatinkan. Tak kurang, Wapres Jusuf Kalla pun mendesak agar hujan buatan digalakkan. Bagaimana potensi di Kalimantan?
Dari pantauan citra satelit, Senin (9/10) lalu, awan comulunimbus (awan hitam) sudah mulai banyak menggumpal di atas langit Kalsel, Kalteng dan Kalbar. Pertumbuhan awan yang cukup banyak itu, diprediksi bakal sering memunculkan hujan.
Asalkan, kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan berkurang. Pasalnya, kabut asap inilah yang sering menghalangi awan-awan itu berubah menjadi hujan.
Kabut asap ini menghalangi awan comulunimbus mencapai ketinggian di atas 11 ribu feet dimana awan biasa diproduksi menjadi hujan. Selain itu, kabut asap juga menghalangi sinar matahari untuk mengurai awan cumulus tersebut.
Kabut asap sendiri tampak pekat pada ketinggian 7.000-8.000 feet. Populasi asap itu merata di wilayah Kalsel, Kalteng dan Kalbar sehingga cukup menyulitkan terjadinya hujan.
M Djazim Syaifullah SSi MSi dari BPPT mengatakan, dari pantauannya tiap hari sejak tanggal 1 Oktober, kali ini pertumbuhan awan comulunimbus-nya paling bagus.
Melalui Hercules A1323, awan itu diperkirakan sudah berada pada ketinggian di atas 10 ribu feet. Biasanya, awan ini hanya tampak pada ketinggian 8.500-9.000 feet sehingga sulit dimodifikasi menjadi hujan.
"Pada ketinggian itu sebetulnya bisa saja kita taburi garam, tapi tidak efektif. Bahkan comulunimbus sudah ada yang tampak pada ketinggian 14 ribu feet. Ini menggembirakan," paparnya.
Djazim mengatakan, agar kerja tim pemodifikasi cuaca tidak sia-sia, masyarakat diharapkan tidak lagi membakar lahan yang bisa menambah hotspot.
Memang, dari data yang ada, comulunimbus paling banyak terdapat di atas langit Sampit. Kemungkinannya di turun hujan dalam satu dua hari ini.
Menurutnya, jika awan comulunimbus banyak terdapat pada ketinggian di atas 10 ribu feet, diperkirakan hujan akan turun dalam waktu beberapa menit, setelah ditaburi serbuk garam.
Saat penerbangan itu, tim menyebar bubuk garam pada enam titik, yaitu utara teluk Sebangau, Sampit, Pangkalan Bun, Palangka Raya, Kapuas dan Pulang Pisau. Lantas, di mana yang paling cepat turun hujan? Hasilnya perlu kita tunggu.
Djazim mengatakan, dalam pemodifikasian cuaca tersebut, keberadaan Hercules sangat diperlukan. Pasalnya, wilayah yang harus ditaburi garam sangat luas, yaitu hampir seluruh Kalimantan. Sebetulnya BPPT mempunyai pesawat jenis CASA, tapi tidak efektif dipakai karena daya jangkaunya terbatas.
Danlanud Syamsudin Noor, Letkol Penerbang Anang Nurhadi pun mengakui keandalan Hercules. Pesawat jenis ini sudah banyak berjasa bagi Indonesia. Selain melayani keperluan TNI AU, pesawat ini juga terbukti berjasa untuk kegiatan sosial kemasyarakatan.
Hercules yang dipakai untuk modifikasi cuaca kemarin berjenis shortbody dengan seri A1323. Indonesia mempunyai 10 Hercules yang ditempatkan di dua skadron, Halim Perdanakusuma Jakarta dan Abdurrahman Saleh Malang. Tim pemodifikasi cuaca ini, bekerja setiap hari sejak t 1 Oktober, kecuali 4 Oktober karena stok garam BPPT habis.
"Keandalan pesawat ini diakui di seluruh dunia. Mempunyai empat mesin yang tangguh. Bila satu mesin mati, pesawat masih bisa berjalan normal," kata Anang. sigit rahmawan/eko sutriyanto
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
Label Cloud
Saturday, October 14, 2006
MEMBURU AWAN, MEMBUAT HUJAN (2-HABIS)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment