Label Cloud

Saturday, October 07, 2006

Para Petani Bakar Gabah

Jumat, 08 September 2006 02:35:43

Jakarta, BPost - Kebijakan pemerintah mengimpor beras sebanyak 210 ribu ton terus mengundang protes dari kalangan petani. Selain mengancam tidak akan menanam padi, mereka juga melakukan berbagai penolakan dengan menggelar unjuk rasa.

Puluhan petani yang tergabung dalam Federasi Serikat Petani Indonesia, Kamis (7/9), membakar berkarung-karung gabah kering di depan kantor Badan Urusan Logistik (Bulog) Jakarta. Para petani khusus membawa hasil panen mereka untuk dibakar sebagai bentuk penolakan beras impor.

"Pemerintah harus menyetop impor beras. Kebijakan itu hanya menguntungkan pengusaha dan Bulog. Sementara petani yang menderita," teriak salah seorang pengunjuk rasa.

Aksi para petani maupun berbagai kalangan yang menolak kebijakan impor beras dianggap angin lalu oleh pemerintah. Pemerintah tetap akan mendatangkan 210 ribu ton beras dari luar yang mulai masuk selambat-lambatnya pada 1 Oktober 2006.

"Beras impor akan masuk secara bertahap mulai 1 Oktober. Hanya saja jumlahnya apakah tetap 210 ribu ton, masih tergantung kemampuan eksportir dan importirnya," kata Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu, sebelum menghadiri sidang kabinet di Kantor Kepresidenan, kemarin.

Yang jelas, proses tender sudah dilakukan kemarin. Direncanakan proses tender berlangsung sekitar 2-3 pekan. Pemerintah beralasan impor beras terpaksa dilakukan karena menipisnya persediaan stok beras di gudang Bulog hanya sekitar 530 ribu ton. Padahal, stok aman standarnya 750 ribu sampai 1,2 juta ton. Pemerintah menjamin tidak melempar beras impor ke pasaran, terkecuali dalam kondisi tertentu.

Namun menurut Dewan Tani Indonesia (DTI) stok beras secara nasional dalam kondisi baik bahkan surplus. Karenanya kebijakan impor beras oleh pemerintah dinilainya sebagai hal yang mengada-ada.

"Rakor perberasan di Bandung menyatakan hampir seluruh provinsi memiliki stok beras cukup. Hanya tiga provinsi kekurangan, yakni Riau, Aceh, dan Kaltim," kata Ferry Juliyantono, ketua DTI.

Pemerintah menurut DTI tidak pernah memiliki data base perberasan yang jelas. Selama ini, pemerintah hanya berpegang pada ramalan angka produksi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Itupun, sebut Ferry, masih menggunakan teknologi perhitungan statistik yang kadaluwarsa.

"Jika angka kebutuhan beras nasional tidak pernah valid, berarti akan selalu ada impor beras. Dan, ini semua hanya menguntungkan para pengusaha dan merugikan para petani," cetusnya.

Borong Beras Petani

Sementara Perum Bulog berencana, pada Jumat (8/9) ini menggelar operasi pasar beras secara besar-besaran di seluruh Indonesia guna mengendalikan harga. Daerah-daerah di seluruh Indonesia diminta memberikan laporan mengenai surplus beras.

"Bila memang tersedia, maka Bulog akan membeli beras dengan harga lebih," kata Dirut Bulog Widjanarko Puspuwardojo, di Jakarta.

Langkah itu dilakukan karena sampai saat ini informasi mengenai persediaan beras pada tingkat petani masih belum jelas. Meski daerah menyebut terjadi surplus beras, tapi harga beras tetap membubung.

"Ini kan membingungkan. Sebab, jika stok surplus, logikanya harga beras turun," cetus Widjanarko sebelum rapat rapat dengan Komisi IV DPR, kemarin,

Itu sebabnya, Bulog akan melakukan operasi pasar di daerah-daerah yang dianggap surplus seperti Jatim, Kalsel, Sulsel, Jabar, Pulau Sumatera dan daerah yang menyatakan surplus surplus beras.

Anggota Komisi IV DPR Tamsil Linrung mengatakan, Komisi IV sudah sepakat merekomendasikan Bulog memborong beras petani dengan harga lebih tinggi dari HPP (harga pembelian pemerintah).

Menurutnya, saat ini pemerintah telah mempunyai dana sebesar Rp140 miliar dari APBN Perubahan 2006 untuk subsidi selisih harga. "Saya pikir dana itu bisa digunakan membeli beras petani," katanya kepada BPost.

Menurut Tamsil, Bulog bisa membeli beras petani sebesar Rp500 lebih dari HPP sekarang yang Rp3.550/kg. Jadi harga beras bisa dinaikkan menjadi Rp4.050/kg.

Dalam hitungannya, untuk menyubsidi beras petani menggantikan beras impor sebesar 210.000 ton, pemerintah bisa mensubsidi Rp500/kg beras, maka pemerintah memerlukan dana sebesar Rp105 miliar. Maka dana subsidi selisih harga APBN-P masih bisa mencukupi untuk menghindari impor.

Meskipun data terkumpul menunjukkan surplus beras, namun impor beras tetap akan dilakukan. Alasannya, kebutuhan stok beras dalam negeri sangat besar yaitu 1,2 juta ton. Sementara, cadangan beras yang ada hanya sekitar 530 ribu ton. "Yang pasti, setiap bulan kebutuhan beras untuk PNS, TNI/Polri serta untuk rakyat miskin sekitar 180 ribu ton," bebernya. Ditanya apakah beras impor mempengaruhi harga pasar, Widjanarko meyakinkan harga pasar sudah naik sejak Januari lalu di atas harga pembelian pemerintah. Dikatakan, HPP untuk beras berkisar Rp3.500/Kg. Sedangkan gabah kering giling (GKG) adalah Rp 1730/Kg.

"Kenyataannya, di pasaran berkisar antara Rp2.000 sampai Rp2.200/Kg. Sebetulnya petani mengalami keuntungan," ucapnya.

Terpisah, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mempertanyakan sikap sejumlah pemerintah daerah menolak masuknya beras impor di daerahnya. Artinya, mereka menolak karena menganggap mampu menanggulangi jika terjadi bencana alam.

"Kalau pemda-pemda menolak impor beras, harus memikirkan apakah mereka bisa mengatasi sendiri kondisi di daerahnya, jika harga beras naik atau terjadi bencana alam. JBP/ewa/kcm/dtk/tnr

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

No comments: