Label Cloud

Thursday, October 12, 2006

Mewujudkan Kota Bersih Berbasis Partisipasi Publik

Rabu, 20 September 2006 00:53
Oleh : Gusti Nurpansyah
Alumni FISIP Unlam

Predikat Kota terkotor yang diraih Banjarmasin setidaknya membuka kesadaran masyarakat agar melakukan introspeksi, selanjutnya berkomitmen untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Tentu saja ditunjukkan secara nyata, dan semua harus diawali dari diri sendiri agar lebih peduli terhadap kebersihan di lingkungan sekitar masing-masing.

Beragam respon dari berbagai kalangan terkait imej yang dianugerahkan tersebut, meski dihimpun sebagai pemikiran yang konstruktif dalam kerangka optimalisasi peran pemerintah kota bekerjasama masyarakat guna merealisasi harapan bersama, yakni terwujudnya kota yang bersih.

Memang harus diakui, masih berkembang persepsi yang keliru di masyarakat bahwa semua hal sepertinya menjadi tanggungjawab pemerintah. Semuanya diletakkan sebagai leading sector, sehingga dalam segala hal seolah-olah semua tanggung jawab ada pada pemerintah kota dan tanpa disadari masyarakat sendiri justru memosisikan diri sebagai objek pembangunan. Padahal, pembangunan seharusnya diterjemahkan sebagai pekerjaan bersama seluruh komponen masyarakat bermitra dengan pemerintah kota. Jadi, membangun dari, oleh dan untuk semua. Bahkan idealnya peran tersebut diharapkan bergeser, sehingga leading sector dipegang oleh masyarakat. Pemerintah hanya sebagai motivator atau fasilitator pembangunan. Pemerintah kota merupakan salah satu komponen kecil dari pemegang peran dan kendali pembangunan. Paradigma ini harus selalu dikembangkan, seperti halnya di negara maju justru masyarakatnya yang lebih proaktif dalam pembangunan.

Sekuat apa pun komitmen pemerintah untuk mewujudkan kota bersih, tanpa mendapat dukungan masyarakat dapat dipastikan upaya itu tidak akan berhasil. Hal ini menandakan, betapa masyarakat memiliki peran penting sebagai subjek pembangunan. Partisipasi masyarakat merupakan keniscayaan, apa pun bidang dan perhatiannya, dalam bentuk besar maupun kecil, sepanjang demi kemajuan kota harus menjadi perhatian pemerintah kota.

Penilaian

Berbeda dengan penilaian Adipura beberapa tahun silam, pada Oktober tahun lalu dan tahun ini secara kuantitatif penilaian dilakukan terhadap seluruh kota di Indonesia. Dulu hanya berlaku bagi kota tertentu yang mau ikut penilaian Adipura, sehingga yang tidak mau tidak dinilai. Sekarang berdasarkan Instruksi Wapres, semua kota harus dinilai untuk mengetahui perkembangan kota bersangkutan.

Penilainya pun mengalami perubahan. Dulu, hanya dari kalangan pemerintah. Sekarang melibatkan unsur perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pers agar penilaiannya akurat dan independen. Keterlibatan banyak pihak itu, dengan harapan tidak akan terjadi rekayasa dalam menentukan hasil penilaian.

Seiring upaya implementasi tatapemerintahan yang baik (Good Governance) di Kota Banjarmasin, yang terpenting bukan penghargaan Adipura yang diperebutkan banyak daerah. Tetapi lebih jauh esensinya agar tercipta kondisi kota yang bersih, nyaman dan teduh sehingga siapa pun yang tinggal atau lewat di kota itu merasa nyaman.

Untuk menjadi catatan dan perhatian khusus bagi Pemkot Banjarmasin, berdasarkan pernyataan Deputi IV Bidang Pencemaran Lingkungan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup Muh Gempur Adnan sebelum pengumuman predikat kota terkotor disampaikan ke publik, pada berbagai kesempatan ia sering mencontohkan sekaligus menyalahkan bahwa di Banjarmasin ada Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang dibangun di pinggir sungai. Akibatnya, banyak sampah yang masuk sungai dan itu mencemari lingkungan sekitarnya.

Merujuk pernyataan itu, menjadi kewajiban saat ini jangan sampai lagi pemandangan serupa masih ada di depan mata karena bisa dipastikan akan mendapat penilaian yang sama. Rusak susu sebelanga karena nila setitik. Meski secara umum sebenarnya bersih tapi karena kebetulan yang terlihat adalah TPS sebagaimana dimaksud, maka akan menggeneralisasi semuanya. Seharusnya TPS dibangun di tempat yang memungkinkan sampah tidak sampai masuk sungai. Selain itu menjadi catatan tambahan, bagaimana caranya mengusahakan agar sungai dan selokan bebas dari berbagai jenis sampah. Sebagai imbauan juga diungkapkan agar dapat menanam pohon pelindung di pinggir jalan.

Pada Oktober 2006, penilaian kembali dilakukan untuk penghargaan Adipura 2007. Tepatnya akan diumumkan bersamaan peringatan Hari Lingkungan Hidup pada Juni 2007 oleh Kementerian Lingkungan Hidup, sekaligus penyerahan penghargaan Adipura dan kota terkotor.

Partisipasi Lembaga Masyarakat

SebenarnyaĆ” potensi pembangunan yang dimiliki masyarakat bagaikan mutiara yang belum sempat digodok, masih terpendam dalam kemampuan masyarakat berpartisipasi pada proses pembangunan. Tetapi untuk mencapai kondisi kebersamaan dan kesetaraan sebagai elemen pelaku pembangunan mulai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian sampai pemeliharaan hasil pembangunan, tentunya melalui pendampingan dan pelatihan. Dengan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, akan diperoleh hal positif dari masyarakat.

Antara lain: Mengendalikan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah tentang pembangunan; Menumbuhkan rasa percaya diri masyarakat terhadap pemerintah tentang pembangunan; Menumbuhkan semangat kebersamaaan terhadap hasil pembangunan yang akan memepertebal rasa tanggungjawabnya terhadap proses pembangunan di daerahnya; Tercapainya usaha efisiensi dan efektivitas dalam hal pendanaan pembangunan.

Dalam hal ini, partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan yang perlu diperhatikan adalah melembagakan partisipasi tersebut untuk memberikan arah yang lebih tepat dan pertanggungjawaban yang terarah dan terkontrol. Memang sistem pembangunan partisipatif oleh masyarakat pernah diterapkan di beberapa daerah di Indonesia. Melalui penyediaan dana pembangunan yang bersifat stimulan dipadukan dengan swadaya masyarakat, namun hal ini terhenti oleh proses pembangunan bersangkutan karena tidak adanya kelembagaan yang memungkinkan proses partisipasi masyarakat tetap berlangsung. Akibatnya, tidak sejalan dengan laju perkembangan dan tuntutan pembangunan di daerah baik dari segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban proses pembangunan.

Perencanaan Pembangunan Partisipatif

Pembangunan partisipatif secara sederhana dapat kita pahami sebagai proses pembangunan yang pelaksanaannya melibatkan partisipasi dari berbagai pihak dan potensi. Sesuai karakter sistem pelaksanaan pembangunan yang demikian di samping memiliki kelebihan, tentunya juga mengandung risiko yang dapat dieliminasi dengan perencanaan dan persiapan yang lebih baik dan mendasar.

Makin banyaknya pihak dengan potensi masing-masing yang terlibat dalam proses pembangunan, sangat diperlukan kebersamaan dalam hal visi, misi dan strategi pembangunan yang akan dilaksanakan. Kebersamaan dalam pencapaian visi, misi dan strategi pembangunan sangat diperlukan adanya keserasian dan kesetaraan potensi kemampuan sebagai pelaku pembangunan. Di sini diperlukan keberanian untuk memulai, terutama dalam usaha peningkatan keberdayaan dan kemampuan masyarakat untuk mengelola pembangunan di daerahnya khususnya oleh pemerintah yang mampu dan mau menciptakan nuansa keterbukaan, kewajaran dan kebersamaan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban proses pembangunan. Sistem pembangunan seperti ini yang sesungguhnya sangat didambakan masyarakat yang makin kritis dan dinamis.

Semuanya juga tidak terlepas dari kultur Urang Banjar, sehingga secara berkesinambungan harus dibangun kesadaran masyarakat agar meningkatkan kepedulian pada persoalan kebersihan. Jika semua dilakukan secara bersama-sama, maka tak ada yang tak mungkin. Termasuk, target meraih Adipura pada 2007. Semoga.

e-mail: gusti_nur@yahoo.com

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

No comments: